Senin, 29 Maret 2010

Riset Akuntansi

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005, menggunakan basis modifikasian kas
menuju akrual (cash towards accrual). Basis ini mengharuskan penyajian aset,
kewajiban, dan ekuitas dengan basis akrual sedangkan pendapatan, belanja, dan
pembiayaan menggunakan basis kas. Aset, kewajiban, dan ekuitas merupakan unsur
neraca sedangkan pendapatan, belanja, dan pembiayaan merupakan unsur Laporan
Realisasi Anggaran. Dengan kata lain, Neraca disajikan dengan basis akrual dan
Laporan Realisasi Anggaran disajikan dengan basis kas.

Dalam sebuah pertemuan sebelum basis ini dipilih, Prof. Dr. Bambang Sudibyo,
sekarang Mendiknas, yang saat itu masih duduk sebagai anggota Komite Pengarah
dalam Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah, mempertanyakan
bagaimana teknis pencatatan basis ini dapat dilaksanakan. Komite menjelaskan
bahwa secara teknis basis ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan jurnal
korolari. Jadilah basis tadi dipilih tentunya dengan teknis korolari-nya. Akan tetapi
dalam SAP sendiri tidak ada uraian mengenai jurnal korolari ini. Alasannya, bahwa
urusan jurnal menjurnal merupakan bagian dari sistem akuntansi bukan standar
akuntansi. Lalu apa dan bagaimana sebenarnya jurnal korolari itu? Apakah jurnal
korolari wajib digunakan?

Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran merupakan laporan-laporan yang saling
berhubungan. Pendapatan yang merupakan isi Laporan Realisasi Anggaran
didefinisikan sebagai semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang
menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan
yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
Selanjutnya belanja yang juga menjadi isi Laporan Realisasi Anggaran didefinisikan
sebagai semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang
mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang
tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Ekuitas dana lancar
merupakan unsur neraca sehingga pendapatan dan belanja seharusnya langsung mempengaruhi ekuitas dana lancar dalam neraca. Akan tetapi penerimaan pendapatan
dan pengeluaran belanja berdasarkan basis kas hanya mempengaruhi jumlah kas
tetapi tidak secara langsung mempengaruhi ekuitas dana lancar. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa akun-akun pendapatan dan belanja merupakan akun pembantu
ekuitas dana lancar. Penerimaan pendapatan dicatat terlebih dahulu dalam akun
pendapatan dan pengeluaran belanja dicatat dalam akun belanja kemudian pada akhir
tahun ditutup ke akun ekuitas dana lancar. (Bandingkan dengan pengertian
pendapatan dan biaya sebagai akun pembantu modal dalam akuntansi komersial).
Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah harus ada dalam anggaran
artinya harus melalui atau tercantum dalam Laporan Realisasi Anggaran. Pendapatan,
belanja, dan pembiayaan yang merupakan unsur Laporan Realisasi Anggaran akan
diakui atau dicatat pada saat kas diterima atau dikeluarkan. Pendapatan, belanja, dan
pembiayaan hanya mempengaruhi kas dan tidak mempengaruhi komponen lainnya
dalam pos neraca pada saat penerimaan dan pengeluaran kas. Akibat perlakuan
seperti ini, neraca hanya terdiri dari sisi debet kas sisi kredit ekuitas. Itupun ekuitas muncul pada akhir periode pada saat pendapatan dan biaya ditutup ke ekuitas dana lancar.

Perlakuan-perlakuan penerimaan dan pengeluaran dalam penerapan basis kas
menuju akrual ini dapat diuraikan sebagai berikut:
Pada saat penerimaan pendapatan dibuat jurnal:
Uraian D K
Kas xxx
Pendapatan xxx
Kas merupakan unsur atau akun neraca yang disebut juga dengan akun ril (real
account) sedangkan pendapatan adalah unsur Laporan Realisasi Anggaran akun
nominal (nominal account).
Pada saat pengeluaran kas untuk belanja dijurnal:
Uraian D K
Belanja xxx
Kas xxx
Belanja merupakan nominal account.

Pada saat pengeluaran belanja untuk perolehan aset tetap berupa gedung misalnya
akan dijurnal:
Tgl. Uraian D K
Belanja Modal xxx
Kas xxx
Pertanyaannya, mengapa tidak langsung dijurnal ke aset tetap yang bersangkutan?
Seharusnya, seperti halnya di akuntansi komersial, pengeluaran untuk perolehan aset
tetap (belanja modal untuk pembangunan gedung) dapat dijurnal sebagai berikut:
Tgl. Uraian D K
Gedung dan Bangunan xxx
Kas xxx
Akun gedung dan bangunan dan akun kas merupakan akun ril (real account). Jika
dilakukan penjurnalan seperti ini maka pengeluaran tersebut tidak akan
mempengaruhi belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran. Perlakuan seperti ini
hanya mempengaruhi akun-akun neraca. Oleh karena seluruh transaksi kas
pemerintahan harus melalui Laporan Realisasi Anggaran maka pengeluaran untuk
belanja modal tidak dapat dijurnal langsung ke aset yang bersangkutan, tetapi harus
melalui Laporan Realisasi Anggaran terlebih dahulu.

Contoh lain, misalnya pengeluaran untuk pembayaran pokok utang. Pembayaran
pokok utang akan dijurnal sebagai berikut:
Tgl. Uraian D K
Pengeluaran Pembiayaan-Pokok Hutang xxx
Kas xxx
Pengeluaran uang kas untuk pembayaran utang tidak dikredit secara langsung pada
kewajiban di Neraca, melainkan dijurnal ke unsur Laporan Realisasi Anggaran yaitu
Pengeluaran Pembiayaan untuk Pembayaran Pokok Utang.
Dari uraian di atas terlihat bahwa setiap pengeluaran pemerintah atau penerimaan
pemerintah harus melalui Laporan Realisasi Anggaran. Oleh karena itu, penerimaan
dan pengeluaran mempengaruhi unsur-unsur dalam Laporan Realisasi Anggaran dan
kas di Neraca sekaligus. Jadi yang terpengaruh di Neraca hanya akun kas.

Akan tetapi penerimaan dan pengeluaran uang tidak hanya mempengaruhi kas di
Neraca. Pengeluaran uang untuk membayar pengadaan aset tetap yang merupakan
belanja modal selain mempengaruhi kas juga mempengaruhi aset tetap yang
bersangkutan dan akun pasangannya dalam kelompok ekuitas. Contohnya pengadaan
aset tetap berupa bangunan tadi. Contoh lainnya, penerimaan uang dari pinjaman
akan menambah kas tetapi sekaligus juga menambah kewajiban yang harus muncul di
Neraca.

Untuk itu harus ada mekanisme agar pengeluaran kas tidak hanya mempengaruhi
kas tetapi juga unsur neraca lainnya yang terkait sekaligus juga masuk dalam
Laporan Realisasi Anggaran. Demikian juga halnya dengan penerimaan pinjaman
yang masuk dalam Laporan Realisasi Anggaran tetapi juga harus masuk dalam
kewajiban di Neraca. Mekanisme ini disebut dengan jurnal korolari. Dengan
mekanisme jurnal korolari,pengeluaran belanja untuk pembelian aset tetap seperti
pembelian gedung tadi dicatat sebagai pengeluaran belanja modal tetapi tidak
berhenti disitu. Agar perolehan aset tersebut muncul dalam Neraca maka perlu dibuat
jurnal pendamping yang disebut jurnal korolari. Jurnal korolari dibuat dengan
mendebet aset yang bersangkutan dan mengkredit akun Ekuitas Dana Diinvestasikan
dalam kelompok Ekuitas. Misalkan dikeluarkan belanja modal sebesar Rp100 miliar
untuk pembelian gedung maka agar dapat masuk dalam Neraca dan Laporan Realisasi
Anggaran harus dibuat jurnal sebagai berikut:

Uraian D K
Belanja Modal Rp 100 M
Kas Rp 100 M
Jurnal ini akan mempengaruhi belanja modal dalam Laporan Realisasi Anggaran.
Pencatatan tersebut belum masuk dalam akun aset tetap berupa gedung dan akun
ekuitasnya. Untuk itu dibuatkan jurnal korolari:

Uraian D K
Gedung dan Bangunan Rp 100 M
Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp 100 M

Dengan penjurnalan di atas, Pengeluaran Kas akan dicatat dalam Neraca dan Laporan
Realisasi Anggaran. Akan tetapi bukan hanya itu, akun Gedung dan bangunan dalam

kelompok aset tetap dan akun Diinvestasikan dalam Aset Tetap dalam kelompok
Ekuitas juga dicatat sebesar jumlah yang sama.

Dari uraian di atas terlihat bahwa jurnal korolari digunakan agar transaksi yang
mempengaruhi akun Neraca (selain kas) dan Laporan Realisasi Anggaran dapat
dicatat pada waktu yang sama. Pertanyaannya adalah, apakah tidak ada mekanisme
lain yang dapat memungkinkan dapat disajikan unsur neraca selain kas? Jawabnya,
ada. Akun-akun yang dimaksud bisa saja dicatat pada akhir tahun dengan
menggunakan jurnal penyesuaian. Seluruh buku besar untuk akun-akun terkait
dibuka pada saat penyusunan neraca lajur. Akan tetapi dapat dibayangkan begitu
rumitnya menghimpun semua bukti transaksi untuk dilakukan penyesuaian pada akhir
tahun dengan mekanisme ini.

Pertanyaan lain yang tersisa apakah jurnal korolari wajib diterapkan? Pertanyaan
ini mengantar kita tiba pada bagian akhir tulisan ini. Sesuatu hal yang wajib berkaitan dengan aturan yang mewajibkan. Sepanjang pengetahuan penulis, tidak ada aturan yang mewajibkan penggunaan jurnal korolari ini. Akan tetapi jurnal korolari ini digunakan untuk dapat menerapkan basis yang dianut dalam SAP untuk menghindari
kesulitan dalam penyusunan laporan keuangan akhir tahun. Akan tetapi pertanyaan
inipun memancing pertanyaan berikutnya, apakah jurnal korolari perlu jika basis yang
dianut nanti adalah basis akrual? Pertanyaan dan pemikiran memang tidak seharusnya
berhenti.


*Jamason Sinaga, Ak.,MAP.
Anggota Kelompok Kerja Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP), Koordinator Bidang Kajian Standar IAI-Kompartemen Akuntan Sektor Publik, Bekerja di BPKP.






Evaluasi hasil penelitian :

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang jurnal korolari dalam penerapan standar akuntansi pemerintah .riset ini mencoba menjawab mengenai jurnal korolari dan penerapannya dalam laporan keuangan wajib atau tidak.dan dijelaskan bahwa jurnal korolari tidak ada aturan yang mewajibkan digunakannya jurnal ini tetapi digunakan untuk dapat menerapkan basis yang dianut dalam SAP untuk menghindari
kesulitan dalam penyusunan laporan keuangan akhir tahun.

Riset ini termasuk ke dalam Metode Deskriptif karena menggambarkan sifat sesuatu yang telah berlangsung mengenai suatu riset dan mencoba memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.didalam riset ini tidak tercantum mengenai tempat survey dan study kasusnya sehinnga diperlukan penelitian lebih baik lagi untuk mendapatkan hasil yang signifikan dan pengembangan pertanyaan mengenai objek selanjutnya yang akan dibahas seharusnya bisa diadakan kelanjutannya lagi .riset ini ada korelasinya karena memberikan penjelasan yang berkaitan antara satu dan yang lainnya sehinnga tercipta korelasi dari riset ini.

Minggu, 28 Maret 2010

Riset Akuntansi

Jurnal Korolari dalam Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan
(Oleh: Jamason Sinaga, Ak., MAP.*)

Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2005, menggunakan basis modifikasian kas
menuju akrual (cash towards accrual). Basis ini mengharuskan penyajian aset,
kewajiban, dan ekuitas dengan basis akrual sedangkan pendapatan, belanja, dan
pembiayaan menggunakan basis kas. Aset, kewajiban, dan ekuitas merupakan unsur
neraca sedangkan pendapatan, belanja, dan pembiayaan merupakan unsur Laporan
Realisasi Anggaran. Dengan kata lain, Neraca disajikan dengan basis akrual dan
Laporan Realisasi Anggaran disajikan dengan basis kas.

Dalam sebuah pertemuan sebelum basis ini dipilih, Prof. Dr. Bambang Sudibyo,
sekarang Mendiknas, yang saat itu masih duduk sebagai anggota Komite Pengarah
dalam Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah, mempertanyakan
bagaimana teknis pencatatan basis ini dapat dilaksanakan. Komite menjelaskan
bahwa secara teknis basis ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan jurnal
korolari. Jadilah basis tadi dipilih tentunya dengan teknis korolari-nya. Akan tetapi
dalam SAP sendiri tidak ada uraian mengenai jurnal korolari ini. Alasannya, bahwa
urusan jurnal menjurnal merupakan bagian dari sistem akuntansi bukan standar
akuntansi. Lalu apa dan bagaimana sebenarnya jurnal korolari itu? Apakah jurnal
korolari wajib digunakan?

Neraca dan Laporan Realisasi Anggaran merupakan laporan-laporan yang saling
berhubungan. Pendapatan yang merupakan isi Laporan Realisasi Anggaran
didefinisikan sebagai semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang
menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan
yang menjadi hak pemerintah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
Selanjutnya belanja yang juga menjadi isi Laporan Realisasi Anggaran didefinisikan
sebagai semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang
mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang
tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah. Ekuitas dana lancar
merupakan unsur neraca sehingga pendapatan dan belanja seharusnya langsung mempengaruhi ekuitas dana lancar dalam neraca. Akan tetapi penerimaan pendapatan
dan pengeluaran belanja berdasarkan basis kas hanya mempengaruhi jumlah kas
tetapi tidak secara langsung mempengaruhi ekuitas dana lancar. Oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa akun-akun pendapatan dan belanja merupakan akun pembantu
ekuitas dana lancar. Penerimaan pendapatan dicatat terlebih dahulu dalam akun
pendapatan dan pengeluaran belanja dicatat dalam akun belanja kemudian pada akhir
tahun ditutup ke akun ekuitas dana lancar. (Bandingkan dengan pengertian
pendapatan dan biaya sebagai akun pembantu modal dalam akuntansi komersial).
Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah harus ada dalam anggaran
artinya harus melalui atau tercantum dalam Laporan Realisasi Anggaran. Pendapatan,
belanja, dan pembiayaan yang merupakan unsur Laporan Realisasi Anggaran akan
diakui atau dicatat pada saat kas diterima atau dikeluarkan. Pendapatan, belanja, dan
pembiayaan hanya mempengaruhi kas dan tidak mempengaruhi komponen lainnya
dalam pos neraca pada saat penerimaan dan pengeluaran kas. Akibat perlakuan
seperti ini, neraca hanya terdiri dari sisi debet kas sisi kredit ekuitas. Itupun ekuitas muncul pada akhir periode pada saat pendapatan dan biaya ditutup ke ekuitas dana lancar.

Perlakuan-perlakuan penerimaan dan pengeluaran dalam penerapan basis kas
menuju akrual ini dapat diuraikan sebagai berikut:
Pada saat penerimaan pendapatan dibuat jurnal:
Uraian D K
Kas xxx
Pendapatan xxx
Kas merupakan unsur atau akun neraca yang disebut juga dengan akun ril (real
account) sedangkan pendapatan adalah unsur Laporan Realisasi Anggaran akun
nominal (nominal account).
Pada saat pengeluaran kas untuk belanja dijurnal:
Uraian D K
Belanja xxx
Kas xxx
Belanja merupakan nominal account.

Pada saat pengeluaran belanja untuk perolehan aset tetap berupa gedung misalnya
akan dijurnal:
Tgl. Uraian D K
Belanja Modal xxx
Kas xxx
Pertanyaannya, mengapa tidak langsung dijurnal ke aset tetap yang bersangkutan?
Seharusnya, seperti halnya di akuntansi komersial, pengeluaran untuk perolehan aset
tetap (belanja modal untuk pembangunan gedung) dapat dijurnal sebagai berikut:
Tgl. Uraian D K
Gedung dan Bangunan xxx
Kas xxx
Akun gedung dan bangunan dan akun kas merupakan akun ril (real account). Jika
dilakukan penjurnalan seperti ini maka pengeluaran tersebut tidak akan
mempengaruhi belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran. Perlakuan seperti ini
hanya mempengaruhi akun-akun neraca. Oleh karena seluruh transaksi kas
pemerintahan harus melalui Laporan Realisasi Anggaran maka pengeluaran untuk
belanja modal tidak dapat dijurnal langsung ke aset yang bersangkutan, tetapi harus
melalui Laporan Realisasi Anggaran terlebih dahulu.

Contoh lain, misalnya pengeluaran untuk pembayaran pokok utang. Pembayaran
pokok utang akan dijurnal sebagai berikut:
Tgl. Uraian D K
Pengeluaran Pembiayaan-Pokok Hutang xxx
Kas xxx
Pengeluaran uang kas untuk pembayaran utang tidak dikredit secara langsung pada
kewajiban di Neraca, melainkan dijurnal ke unsur Laporan Realisasi Anggaran yaitu
Pengeluaran Pembiayaan untuk Pembayaran Pokok Utang.
Dari uraian di atas terlihat bahwa setiap pengeluaran pemerintah atau penerimaan
pemerintah harus melalui Laporan Realisasi Anggaran. Oleh karena itu, penerimaan
dan pengeluaran mempengaruhi unsur-unsur dalam Laporan Realisasi Anggaran dan
kas di Neraca sekaligus. Jadi yang terpengaruh di Neraca hanya akun kas.

Akan tetapi penerimaan dan pengeluaran uang tidak hanya mempengaruhi kas di
Neraca. Pengeluaran uang untuk membayar pengadaan aset tetap yang merupakan
belanja modal selain mempengaruhi kas juga mempengaruhi aset tetap yang
bersangkutan dan akun pasangannya dalam kelompok ekuitas. Contohnya pengadaan
aset tetap berupa bangunan tadi. Contoh lainnya, penerimaan uang dari pinjaman
akan menambah kas tetapi sekaligus juga menambah kewajiban yang harus muncul di
Neraca.

Untuk itu harus ada mekanisme agar pengeluaran kas tidak hanya mempengaruhi
kas tetapi juga unsur neraca lainnya yang terkait sekaligus juga masuk dalam
Laporan Realisasi Anggaran. Demikian juga halnya dengan penerimaan pinjaman
yang masuk dalam Laporan Realisasi Anggaran tetapi juga harus masuk dalam
kewajiban di Neraca. Mekanisme ini disebut dengan jurnal korolari. Dengan
mekanisme jurnal korolari,pengeluaran belanja untuk pembelian aset tetap seperti
pembelian gedung tadi dicatat sebagai pengeluaran belanja modal tetapi tidak
berhenti disitu. Agar perolehan aset tersebut muncul dalam Neraca maka perlu dibuat
jurnal pendamping yang disebut jurnal korolari. Jurnal korolari dibuat dengan
mendebet aset yang bersangkutan dan mengkredit akun Ekuitas Dana Diinvestasikan
dalam kelompok Ekuitas. Misalkan dikeluarkan belanja modal sebesar Rp100 miliar
untuk pembelian gedung maka agar dapat masuk dalam Neraca dan Laporan Realisasi
Anggaran harus dibuat jurnal sebagai berikut:

Uraian D K
Belanja Modal Rp 100 M
Kas Rp 100 M
Jurnal ini akan mempengaruhi belanja modal dalam Laporan Realisasi Anggaran.
Pencatatan tersebut belum masuk dalam akun aset tetap berupa gedung dan akun
ekuitasnya. Untuk itu dibuatkan jurnal korolari:

Uraian D K
Gedung dan Bangunan Rp 100 M
Diinvestasikan dalam Aset Tetap Rp 100 M

Dengan penjurnalan di atas, Pengeluaran Kas akan dicatat dalam Neraca dan Laporan
Realisasi Anggaran. Akan tetapi bukan hanya itu, akun Gedung dan bangunan dalam

kelompok aset tetap dan akun Diinvestasikan dalam Aset Tetap dalam kelompok
Ekuitas juga dicatat sebesar jumlah yang sama.

Dari uraian di atas terlihat bahwa jurnal korolari digunakan agar transaksi yang
mempengaruhi akun Neraca (selain kas) dan Laporan Realisasi Anggaran dapat
dicatat pada waktu yang sama. Pertanyaannya adalah, apakah tidak ada mekanisme
lain yang dapat memungkinkan dapat disajikan unsur neraca selain kas? Jawabnya,
ada. Akun-akun yang dimaksud bisa saja dicatat pada akhir tahun dengan
menggunakan jurnal penyesuaian. Seluruh buku besar untuk akun-akun terkait
dibuka pada saat penyusunan neraca lajur. Akan tetapi dapat dibayangkan begitu
rumitnya menghimpun semua bukti transaksi untuk dilakukan penyesuaian pada akhir
tahun dengan mekanisme ini.

Pertanyaan lain yang tersisa apakah jurnal korolari wajib diterapkan? Pertanyaan
ini mengantar kita tiba pada bagian akhir tulisan ini. Sesuatu hal yang wajib berkaitan dengan aturan yang mewajibkan. Sepanjang pengetahuan penulis, tidak ada aturan yang mewajibkan penggunaan jurnal korolari ini. Akan tetapi jurnal korolari ini digunakan untuk dapat menerapkan basis yang dianut dalam SAP untuk menghindari
kesulitan dalam penyusunan laporan keuangan akhir tahun. Akan tetapi pertanyaan
inipun memancing pertanyaan berikutnya, apakah jurnal korolari perlu jika basis yang
dianut nanti adalah basis akrual? Pertanyaan dan pemikiran memang tidak seharusnya
berhenti.


*Jamason Sinaga, Ak.,MAP.
Anggota Kelompok Kerja Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP), Koordinator Bidang Kajian Standar IAI-Kompartemen Akuntan Sektor Publik, Bekerja di BPKP.


Evaluasi hasil penelitian :

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang jurnal korolari dalam penerapan standar akuntansi pemerintah .riset ini mencoba menjawab mengenai jurnal korolari dan penerapannya dalam laporan keuangan wajib atau tidak.dan dijelaskan bahwa jurnal korolari tidak ada aturan yang mewajibkan digunakannya jurnal ini tetapi digunakan untuk dapat menerapkan basis yang dianut dalam SAP untuk menghindari
kesulitan dalam penyusunan laporan keuangan akhir tahun.

Riset ini termasuk ke dalam Metode Deskriptif karena menggambarkan sifat sesuatu yang telah berlangsung mengenai suatu riset dan mencoba memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.didalam riset ini tidak tercantum mengenai tempat survey dan study kasusnya sehinnga diperlukan penelitian lebih baik lagi untuk mendapatkan hasil yang signifikan dan pengembangan pertanyaan mengenai objek selanjutnya yang akan dibahas seharusnya bisa diadakan kelanjutannya lagi .riset ini ada korelasinya karena memberikan penjelasan yang berkaitan antara satu dan yang lainnya sehinnga tercipta korelasi dari riset ini.

Sabtu, 27 Maret 2010

baca yups,, mengharukan kwan n mnyadarkan qta untuk brbuat lebih baik,,

baca yups,, mengharukan kwan n mnyadarkan qta untuk brbuat lebih baik,,


Surah Al Maa'un Ayat satu, Kita-kah ? ( hanya sebuah renungan kecil )

Diantara rintik hujan yang mengantar senja ke tempat peristirahatannya , semilir angin berhembus menerpa wajah-wajah letih di jalanan membuat orang enggan untuk keluar rumah. Genangan-genangan air mulai muncul di jalan-jalan beraspal yang tidak lama lagi akan memantulkan cahaya lampu-lampu jalan menandakan malam segera datang. Disudut jalan seorang anak kecil masih asyik memainkan mobil-mobilan bekas yang di perolehnya tadi siang dari tempat sampah. Ibunya masih tertidur disampingnya, atap-atap lebar rumah dan lebatnya pohon melindungi mereka dari sapuan air hujan, di sudut lain tampak beberapa pengemis dan pemulung juga mulai merebahkan diri. " Allahu Akbar..Allahu Akbar" kumandang adzan maghrib terdengar saling bersautan dari corong-corong spiker masjid, suarayang mengajak orang menemui Sang khaliq penciptanya.

" Bu..bu..itu udah adzan mau sholat gak?" teriak anaknya membangunkan sang ibu, tapi ibunya masih terus tertidur. Anak itu diam , lalu kemudian meneruskan bermain mobil-mobilan. Setelah hampir setengah jam asyik bermain , anak tersebut kembali membangunkan ibunya " Bu....bu...,...ibu gak sholat......bangun dong bu...angga lapar nih !!" teriak anaknya, tapi ibunya masih tetap tertidur, tidak bergeming sedikitpun. Karena keletihan membangunkan ibunya tetapi tidak ada hasil anak itu kemudian tertidur disamping ibunya. Anak itu berusia lima tahun dengan badan kurus dan lusuh, sedangkan ibunya berusia sekitar tiga puluh tahun dengan wajah kurus pucat seperti orang sakit keras. Tidak beberapa lama adzan Isya berkumandang.

Hujan semakin deras, jalanan tampak sepi, Anak itu terbangun sambil meringis karena merasa lapar. Dia bangun lalu berlari kearah masjid di seberang jalan, kemudian menengadahkan tangan kepada jama'ah masjid yang hendak melaksanakan sholat. Anak itu telah terbiasa mengemis di depan masjid dan di persimpangan jalan, tetapi malam itu tidak satupun jama'ah yang memberikannya uang. Dia terus meringis menahan sakit perut yang belum terisi sejak pagi karena ketika siang hari ibu nya muntah-muntah lalu kemudian tidur dan belum bangun sampai malam itu.

" Aro'aitalladzi yukajjibu biddin, fadza likalladzi ya du'uul yatim wa la yaa khuddu 'alaa thoo 'amil miskin" terdengar suara imam membaca surat Al Maa'un dari dalam masjid tentang para pendusta agama. Semua jama'ah hafal ayat itu tapi sama seperti nasib anak di luar masjid itu surah Al Maa'un tersebut terlantar di sudut ingatan. " Iqra !" kata malaikat jibril kepada Muhammad SAW, tidak ada kitab disana , Rasulullah SAW pun tidak bisa membaca, lalu apa yang mesti di baca ? " Iqra bismirabbikalladzi khalaq"

bacalah dengan menyebut nama Tuhan Sang Maha Pencipta, surah itu seperti berteriak kepada kita "bacalah sekelilingmu, bacalah keadaan lingkunganmu, baca dan berkacalah pada alam semesta dan tunjukan kepedulianmu" dan kita hanya tertunduk sambil terus membolak-balik kitab suci.

Anak itu belari kembali kepada ibunya sambil menangis menahan sakit, tubuhnya basah oleh air hujan, air yang bagi mahluk lain menjadi rahmat, tetapi baginya menjadi seperti sapaan Tuhan terakhir kepadanya, dia tertidur sambil memegang perut didada ibunya. Kedua ibu dan anak itu pada pagi harinya di ketemukan warga telah meninggal dunia, meninggalkan derita yang dideranya , meninggalkan para pendusta agama yang tidak pernah mau menyapanya.



Note :

Ketika malam nanti hujan menghampiri kita, disaat kita berkumpul bersama keluarga dan merasakan kehangatan, maka sesekali ambillah payung lalu keluar rumahlah, carilah rintihan disudut-sudut jalan, di halte-halte bis , sapalah mereka , redakan ketakutan di hati mereka berbagilah sedikit. Jika kokohnya rumah kita masih membuat takut anak anak kita ketika mendengar halilintar , lalu bagaimana dengan teriakan anak-anak tanpa atap tersebut, siapa tahu senyuman kita mampu mengusir galau dan resah di hati mereka lalu perlahan-lahan bisa melunturkan stempel pendusta agama di kening kita

Rabu, 03 Maret 2010

Pengertian riset ilmiah dan penelitian ilmiah

Microsoft Word - AKPM- 12.doc

Penelitian dan Ilmu Pengetahuan

Penelitian (riset) dan ilmu pengetahuan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Penelitian ilmiah digunakan untuk kebutuhan ilmu pengetahuan; ilmu pengetahuan tidak akan berkembang bila tidak menggunakan riset ilmiah.

Riset ilmiah kepada ilmu pengetahuan:

(1) meng-upgrade

(2) membuat up to date dan canggih

(3) diaplikasi untuk kebutuhan masyarakat

Ilmu pengetahuan berguna bagi riset ilmiah:

(1) masukan untuk memulai proses riset ilmiah baru

(2) tahapan berpikir ilmiah: peneliti mulai dengan

(a) berpikir deduktif, yaitu mencoba berteori terhadap sebuah fakta atau fenomena sosial, melalui interpretasi, dalil, hukum dan teori

(b) hipotesis, dimana berpikir deduktif mengarah pada mencari jawaban logis terhadap masalah/apa yang menjadi perhatian dalam riset, dan jawaban ini merupakan jawaban sementara yang merupakan dasar dalam menjelaskan kemungkinan adanya hubungan antar gejala

(c) pembuktian hipotesa, peneliti melakukan persiapan dengan menyediakan perangkat-perangkat penelitian yang terdiri dari:

i. Metode penelitian: yaitu sebuah proses yang terdiri dari rangkaian tata cara pengumpulan data,

ii. Perekaman data di lapangan

iii. Pengujian-pengujian hipotesis

iv. Proses analisa

v. Membuat kesimpulan-kesimpulan induktif

Sikap yang diperlukan dalam penelitian:

a. Obyektif

b. Faktual

c. Terbuka terhadap saran dan kritik

d. Jujur

e. Responsible (bertanggung jawab)

f. Skeptis, analitis, dan kritis

- skeptis: selalu menanyakan bukti/fakta yg dapat mendukung setiap pertanyaan

- analitis: selalu menganalisa setiap persoalan; penting-tidak; pokok-bukan; relevan-tidak

- kritis: selalu berdasarkan pada logika, menimbang secara obyektif, dan akal sehat

Penelitian:

Suatu kegiatan yang teratur terencana dan sistematis dalam mencari jawaban atas suatu persoalan.

Setiap kegiatan penelitian pada dasarnya berisi:

- pertanyaan yang diajukan, dan

- jawaban atas pertanyaan itu

Unsur-unsur dalam setiap penelitian:

- adanya persoalan

- sejumlah alternatif jawaban

- pengumpulan dan penilaian data

- penilaian data untuk mengarahkan kepada pilihan atas sejumlah alternatif jawaban tersebut

Suatu penelitian dikatakan ilmiah:

- pokok-pokok pikiran yang dikemukakan disimpulkan melalui suatu prosedur yang sistematis dengan mempergunakan pembuktian-pembuktian yang meyakinkan, yaitu :

(a) dengan mengajukan fakta-fakta yang diperoleh secara obyektif dan melalui proses pembuktian

(b) bukti-bukti tersebut didapatkan melalui penelitian yang teliti dan hati-hati

Dalam tulisan ilmiah (hasil riset), merepresentasikan:

- Wawasan dan penguasaan terhadap ilmu

- Pemahaman terhadap sutau persoalan

- Ketajaman pikiran

- Pandangan kritis

- Cara berpikir

- Keterampilan menyampaikan pikiran

- Keterampilan menulis

- Ketepatan pemilihan kata

- Gaya bahasa, dll

Riset Bisnis

Bayangkan: banyak aspek

Riset: suatu proses penemuan solusi untuk pemecahan masalah setelah melalui studi dan analisis terhadap faktor penyebab situasional

Penerapan pada manager: proses pengambilan keputusan

Pengetahuan riset: membantu mencari informasi yang tersedia dan mencari cara kreatif dalam menghadapi lingkungan bisnis (kompetitif)

Riset bisnis digambarkan sbg suatu upaya sistematis dan terorganisir u/ memeriksa suatu masalah spesifik yang ditemukan dalam lingkungan kerja yang memerlukan solusi

Definisi: mengorganisasikan kegiatan, dengan cara sistematis, berdasarkan data, perpandangan kritis, obyektif, memeriksa secara ilmiah,yang ditujukan untuk menemukan jawaban/solusi

Jenis Riset

1. Tujuan:

a. Eksplorasi

b. Pengembangan

c. Verifikastif

2. Pendekatan:

a. Longitudinal

b. Cross-sectional

c. Kuantitatif

d. Survei

e. Assessment

f. Evaluasi

g. Action Research

3. Tempat:

a. Library

b. Laboratorium

c. Field

4. Taraf Penelitian

a. Deskriftif

b. Eksplanasi

5. Saat terjadinya variabel

a. Historis

b. Ekspos-Fakto

c. Eksperimen

6. Bidang Ilmu

a. Pendidikan g. Agama

b. Manajemen h. Bahasa

c. Komunikasi i. Hukum

d. Administrasi j. Ekonomi

e. Antropologi k. Sejarah

f. Sosiologi l. Filsafat, dll

7. Analisia:

a. Kuantitatif

b. Kualitatif

Metode Penelitian

Berdasarkan cara mendapatkan satuan data yang dikumpulkan, penelitian dapat dilakukan dengan 3 metode:

1. Sensus

2. Survei

3. Studi kasus

1.Metode sensus

Menyelidiki setiap anggota atau setiap individu yang terdapat dalam populasinya

- Populasi adalah keseluruhan obyek (totality) yg dibatasi oleh kriteria tertentu

- Obyek bisa berbentuk:

♦ konkrit/bisa diraba (tangiable): kursi, kalimat

♦ abstrak (intangiabel): motivasi kerja,sadar hukum

- Banyaknya obyek dalam populasi disebut ukuran populasi (population size), dilambangkan dengan N

- Besarnya ukuran populasi ini:

♦ bisa dihitung (countable)

♦ tidak terhitung (uncountable)

- Berapapun besarnya ukuran populasi tapi masih bisa dihitung dinamakan populasi terhingga (finite population), tapi jika tidak bisa dihitung disebut (infinite population)

2.Metode survei Menyelidiki sebagian dari anggota populasi.

- Masing-masing populasi memiliki ciri dan karakteristik tertentu

- Sebagian anggota popolasi yang diselidiki ini dinamakan sampel.

- Hasil dari menyelidiki sampel itu kemudian diambil kesimpulan (generalisasi) untuk populasinya.

- Dalam penelitian sosial/yang meneliti tingkah laku (behavior) biasanya digunakan metode survei, dan

populasinya adalah terhingga

- Peneliti harus menentukan secara jelas populasi yang menjadi sasaran penelitiannya, yang disebut populasi

sasaran (target population)

- Populasi sasaran nantinya akan menjadi cakupan kesimpulan penelitian (hanya berlaku

untuk populasi sasaran).

3.Studi kasus

Penelitian yang dipusatkan hanya pada kasus tertentu yang dipilih dengan meneliti secara mendalam terhadap segala aspek yang tercakup di dalam kasus tersebut.

- Kasus dapat berbentuk satu individu, satu lembaga/institusi, satu sistem, satu kelompok/golongan.

- Kesimpulan yang dibuat hanya berlaku untuk kasus tersebut



contoh jurnal PI :

Microsoft Word - AKPM- 12.doc

AKPM-12 1 ANALISIS CROSS-SECTIONAL DAN TEMPORAL

HUBUNGAN ANTARA FINANCIAL LEVERAGE

DAN RISIKO SISTEMATIS

Drs. Ibnu Qizam, SE, MSi, Akt.

Fakultas Syari`ah UIN Sunan Kalijaga

Abstract

AKPM-12 2

I. Latar Belakang Masalah

Riset ini dimaksudkan untuk menganalisis secara cross-sectional dan temporal hubungan antara financial leverage dan risiko sistematis atau beta. Financial leverage biasanya dianggap satu proksi risiko yang bersumber data keuangan perusahaan yang biasanya dianggap satu domain yang memiliki determinan yang terpisah; sementara di satu sisi, yaitu beta dianggap satu proksi risiko yang bersumber dari pasar yang juga memiliki determinan tersendiri. Namun, sayangnya beberapa peneliti belum mencoba menghubungan kedua proksi risiko dengan memasukkan beberapa variabel yang mempengaruhi hubungan keduanya secara lebih intens baik secara cross-sectional maupun temporal.

Riset domain pertama, yaitu analisis determinan financial leverage antara lain dilakukan oleh Gupta (1969), Ferry and Jones (1979), Kale, Noe, and Ramirez (1991) dan lain-lain. Dalam temuan-temuannya, financial leverage ditempatkan sebagai variabel dependen yang dipengaruhi oleh berbagai variabel independen seperti size, growth, industri, risiko bisnis dan lain-lain. Sedangkan riset-riset berkaitan determinan risiko sistematis dan sekaligus yang mencoba menghubungkan antara kedua domain tersebut bisa lihat kembali pada temuan-temuan Hamada (1972), Ben-Zion and Shalit (1975), Mandelker and Rhee (1984), Bowman (1979, 1981), Robichek and Cohn (1974), Melicher and Rush (1974), dan lain-lain atau literatur keuangan seperti pada Foster (1986). Meskipun secara umum dapat disimpulkan bahwa risiko sistematis (beta saham) dapat dipengaruhi (variabel dependen) oleh leverage baik yang operating leverage maupun financial leverage, size, dividen, unexpected earning covariability and covariability dan lini bisnis, namun masih ada beberapa ketidakseragaman, terutama mengenai tanda (positif atau negatif) hubungan atau pengaruh antar beberapa variabel dan beberapa variabel terhadap beta.


AKPM-12 3

Secara umum hasil-hasil riset para peneliti sebelumnya (yang berkaitan baik domain pertama maupun kedua) memberikan kesimpulan bahwa ada dua variabel independen yang secara konsisten mempengaruhi baik terhadap financial leverage (lihat Gupta, 1969; Ferri and Jones, 1979) maupun beta (lihat Ben-Zion and Shalit, 1975; Lev, 1974; dan Mandelker and Rhee, 1984), yaitu size dan operating leverage. Sedangkan kesimpulan lainnya adalah bahwa efek industri juga dapat mempengaruhi hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis atau beta saham (Lihat Martikainen, 1993; Melicher, 1974), dan kecuali temuan Martikainen (1993) pada industri manufaktur murni, sebagian besar hasil riset menunjukkan konsistensi hubungan yang positif antara financial leverage (sebagai variabel independen) dengan beta saham (sebagai variabel dependen).

Di samping alasan di atas, penulis melihat bahwa di Indonesia, beberapa riset yang berkenaan dengan ini juga masih menunjukkan: pertama, hasilnya tidak seragam (lihat Budiarti, 1996; Retnaningdiah dan Miswanto, 1997; dan Sufiayati 1997); kedua, analisis yang dilakukan juga masih terfokus pada main effect variabel-variabel yang mempengaruhi beta, termasuk di dalamya financial leverage. Akan tetapi, interaksi di antara variabel independen dalam mempengaruhi risiko sistematis belum mampu dihipotesiskan. Oleh sebab itu, riset ini dimaksudkan untuk menguji secara seksama sejauhmana variabel-variabel yang diidentifikasi (size, operating leverage, dan industri) mepengaruhi sensitifitas hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis (beta), baik secara cross-sectional maupun temporal.

II. Rumusan Masalah

Dari paparan di atas, maka masalah-masalah yang akan dicoba untuk dijawab adalah:


AKPM-12 4

Sejauhmana variabel-variabel yang diidentifikasi (size, operating leverage, dan industri) mepengaruhi sensitifitas hubungan secara cross-sectional dan temporal antara financial leverage dengan risiko sistematis (beta); dan apakah secara temporal hubungan antara financial leverage dan beta unidirectional atau bidirectional.

III. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

Untuk menguji secara empiris sensitifitas hubungan secara cross-sectional dan temporal hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis (beta) berdasarkan ketiga variabel, yaitu size (besar dan kecil), operating leverage (tinggi dan rendah), dan industri (homogen tidak homogen); dan menguji secara temporal apakah temporal hubungan antara financial unidirectional atau bidirectional.

IV. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, antara lain:

Dapat membantu para investor dan kreditor dan para pemegang saham dalam melakukan investasi (pembuatan keputusan), terutama dalam menganalisis risiko-risiko sistematis saham yang akan dibeli atau dijual.

Dapat membantu para manajer dalam mengelola risiko sistematis yang ada dalam perusahaan, terutama yang berkaitan dengan keputusan struktur modal, optimalisasi nilai perusahaan dan analisis profitabilitas perusahaan kedepan.

Mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis secara lebih intens akan dapat mempertegas dan memperluas temuan riset sebelumnya sehingga kemampuan prediksi teori risiko (sistematis) akan semakin baik (akurat).


AKPM-12 5

V. Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesa

Landasan teori atau riset-riset sebelumnya yang digunakan untuk membangun hipotesa dipertimbangkan dengan mudah setelah hasil-hasil riset sebelumnya yang berkaitan dengan leverage dan risiko sistematis dibagi menjadi dua kategori: pertama, teori atau riset-riset yang mencoba menguji apa saja yang mempengaruhi (determinan) leverage dan kedua teori atau riset-riset yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi (determinan) risiko sistematis. Setelah melakukan pemeriksaan temuan-temuan tersebut ternyata secara umum dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara leverage dengan risiko sistematis. Namun, karena baik leverage maupun risiko sistematis masing-masing memiliki determinan yang saling berkait, maka hipotesa-hipotesa akan dibangun berdasarkan perpaduan diantara determinan-detrminan dari masing-masing variabel, baik leverage maupun risiko sistematis.

Kategori pertama dari riset-riset sebelumnya dapat dilihat pada contoh risetnya Ferri and Jones (1979). Ditemukan bahwa karakteristik perusahaan tertentu yaitu kelas industri, size dan operating leverage secara signifikan mempengaruhi besar (kecil)-nya financial leverage. Hal senada juga dikemukakan Gupta (1969). Ia mengemukakan bahwa secara umum leverage dipengaruhi oleh size dan tingkat pertumbuhan di samping ia juga menguji rasio-rasio yang lain, yaitu rasio aktivitas, rasio likuiditas dan rasio profitabilitas yang secara umum juga signifikan.

Sedangkan kedua yaitu memeriksa kembali riset-riset yang berkaitan dengan determinan risiko sistematis, yang secara jelas dinyatakan dalam Foster (1986). Ia mengemukakan bahwa hubungan antara karakteristik suatu perusahaan yang mendasari, yaitu sebagai contoh keputusan pembiayaan, operasi dan investasi dan beta atau varian


AKPM-12 6

return sekuritas telah diungkapkan di berbagai paper. Dikemukakan pula bahwa variabel-variabel yang hipotesakan sebagai detrminan ekonomis beta dan varian antara lain: financial leverage, operating leverage , unexpected earnings variability atau covariability, dan lini bisnis. Hal ini tentunya didasarkan pada temuan-temuan sebelumnya yang berkaitan dengan keempat variabel di atas.

Beberapa studi yang konsisten dengan masalah financial leverage ini antara lain menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dan positif antara 1) financial leverage dan beta dan 2) financial leverage dan varian. Semakin tinggi financial leverage, maka akan semakin tinggi teori tersebut memprediksi baik beta maupun varian. Hamada (1972) menemukan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara financial leverage dan beta. Leverage menjelaskan kira-kira 21-24 % nilai rata-rata beta. Mandelker dan Rhee (1984) juga melaporkan hubungan positif yang signifikan antara beta dan ukuran financial leverage. Christie (1982) memprediksikan bahwa varian meningkat dengan leverage tapi peningkatannya dengan tingkat yang menurun. Bowman (1980) juga menemukan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara struktur modal dan beta. Selain itu, Beaver, Kettler dan Schole (1970) yang menguji tujuh variabel yang mempengaruhi beta saham, yaitu dividend payout, asset growth, leverage, liquidity, asset size, earning variability, dan accounting beta menemukan bahwa asset growth, leverage, earnings variability, dan accounting beta menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan terhadap risiko sistematis saham.

Sedangkan pengaruh positif dan signifikan operating leverage terhadap beta dapat ditemukan pada hasil riset Lev (1974) dan Mandelker dan Rhee (1984). Operating leverage merupakan rasio antara biaya tetap dengan biaya variabel. Beberapa penulis


AKPM-12 7

mengemukakan bahwa semakin tinggi rasio baiaya tetap perusahaan dengan biaya variabel operasi, maka semakin tinggi beta dan variannya.

Dalam kaitannya antara pengaruh variabilitas dan kovariabilitas laba yang tidak diekspektasi, beberapa penulis membuat model tentang hubungan antara 1) ketidakpastian tentang tuntutan output perusahaan, harga jual per unit, dan biaya oprasi variabel per unit, dan 2) variabel pasar modal seperti beta dan varian. Hal ini dapat dilihat dalam Pettit, Westerfield (1972), Rubenstein (1973), Conine (1982), dan Gahlon dan Gentry (1982). Sebagian model-model tersebut memprediksikan hubungan positif antara ketidakpastian tentang determinan risiko bisnis dan varian. Model-model yang difokuskan pada beta memprediksikan bahwa hanya ketidakpastian sistematis tentang dterminan risiko bisnis yang mempengaruhi beta perusahaan.

Selain itu, Foster (1986) mengidentifikasikan bahwa lini bisnis juga menjadi pertimbangan dalam mengukur beta. Beta atau risiko relatif suatu portofolio merupakan rata-rata tertimabng beta sekuritas di dalam portofolio tersebut. Dengan demikian, maka dapat dikemukakan bahwa beta sekuritas perusahaan dengan multiaktivitas merupakan rata-rata tertimbang beta aktivitas individual.

Selain variabel-variabel yang diidentifikasikan di atas, Ben-Zion and Shalit (1975) mengemukakan tambahan variabel selain keempat variabel yang dikemukakan Foster (1986), yaitu size dan dividend record selain leverage. Namun menurutnya, determinan yang utama dalam kaitannya dengan risiko sistematis adalah size dan leverage. Bahkan Robichek dan Cohn (1974) menguji variabel-variabel ekonomi makro sebagai determinan risiko sistematis (beta). Di antaranya ditemukan bahwa beta juga dipengaruhi karakteristik keuangan, antara lain trend pertumbuhan EPS, leverage


AKPM-12 8

keuangan yang lebih berisiko, kebijakan keuangan aset, dan yang berubah dari metode flow-through Dengan demikian, dari temuan-temuan riset di atas, maka paling tidak ada tiga variabel, yaitu size, operating leverage, industri (lihat Melicher, 1974) yang berpengaruh baik terhadap financial leverage maupun risiko sistematis sehingga hal ini memperkuat dugaan bahwa ketiga variabel tersebut dapat mempengaruhi sensitifitas hubungan antara financial leverage dan risiko sistematis (beta). Ketiga variabel ini juga diduga memiliki contigent effect atau dapat menjadi moderating variabel terhadap kuat atau lemahnya hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis.

Menurut Francis (1986), Elton dan Gruber (1995: 149), perusahaan yang size-nya besar akan menghadapi risiko lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki size kecil. Perusahaan yang berskala besar lebih mudah mengakses ke pasar modal sedangkan perusahaan berskala kecil lebih sulit untuk akses ke pasar modal. Oleh sebab itu, size yang berbeda-beda akan mempengaruhi sensitifitas hubungan antara financial leverage dengan beta sehingga hipotesa yang akan diuji adalah sebagai berikut.

H1 : Hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis akan lebih kuat ketika size perusahaan adalah relatif lebih kecil dari perusahaan lain; dan sebaliknya, hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis akan kurang kuat ketika size perusahaan relatif lebih besar dari perusahaan lain.

Selain itu, efek industri juga diduga dapat mempengaruhi sensitifitas hubungan antara financial leverage dengan beta saham. Dalam hal ini Melicher (1974) secara khusus menguji faktor-faktor yang mempengaruhi beta dalam industri yang homogen, dengan kesimpulan yang serupa dengan hasil-hasil riset sebelumnya, yaitu leverage, size merupakan determinan risiko sistematis. Namun Martakinen (1993) menemukan hasil yang berbeda ketika tingkat homogenitas sampelnya berbeda. Pada sampel yang terdiri dari campuran tiga industri, yaitu manufaktur, transportasi dan perdagangan,


AKPM-12 9

hasil risetnya menunjukkan bahwa operating dan financial leverage berpengaruh positif dan signifikan terhadap risiko sistematis, sementara itu, ketika sampelnya hanya terdiri dari industri manufaktur murni (homogenitasnya lebih tinggi), maka hasilnya menunjukkan bahwa financial leverage berpengaruh negatif terhadap risiko sistematis. Oleh sebab itu, hipotesa alternatif yang akan diuji adalah:

H2: Hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis akan negatif dan lebih kuat ketika perusahaan termasuk dalam kelompok industri yang relatif lebih homogen dari perusahaan lain; dan sebaliknya, hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis akan positif dan menjadi kurang kuat ketika perusahaan termasuk dalam kelompok industri yang kurang homogen dari yang lain.

Untuk membangun hipotesa yang berkaitan dengan efek operating leverage terhadap hubungan antara financial leverage, maka perlu diperhatikan temuan-temuan riset sebelumnya tentang hubungan baik operating leverage dengan financial leverage ataupun hubungan antara operating leverage dengan risiko sistematis karena kedua hubunngan tersebut menunjukkan korelasi yang berlawanan. Korelasi operating leverage dengan financial leverage adalah negatif, sedangkan operating leverage dengan risiko sistematis menunjukkan korelasi positif. Dengan demikian diduga ada proses yang saling menutupi dalam hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis ketika ada perubahan operating leverage . Operating leverage yang tinggi akan menyababkan financial leverage menjadi menurun (lihat Ferri and Jones, 1979), namun sebaliknya akan menaikkan risiko sistematis (lihat Lev, 1974; Mandelker and Rhee, 1984) dan operating leverage yang rendah akan menaikkan financial leverage naik, namun akan menurunkan risiko sistematis. Oleh sebab itu, dua competing hipothesis berikut bisa dikemukakan.

H3a: Hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis menjadi kuat ketika ada pengaruh yang signifikan operating leverage yang semakin tinggi.


AKPM-12 10

H3b: Hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis menjadi kuat ketika ada pengaruh yang signifikan operating leverage yang semakin rendah.

Dengan demikian, rerangka konseptual untuk analisis cross-sectional dalam riset ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Sedangkan secara temporal, hubungan antara financial leverage dengan beta akan didekati dengan menggunkan analisis kausalitas antara beta dengan financial leverage, yang dapat dijelaskan sbb: Pertama, variabel beta, yang merupakan pengukur volatilitas harga saham terhadap harga pasar adalah risiko yang sistematis. Artinya, gerakan harga saham sangat dipengaruhi oleh gerakan harga pasar. Sementara itu, di pasar saham, mekanisme jual beli akan mengikuti hukum demand dan supply. Jika demand tinggi, maka harga akan cenderung naik, demikian sebaliknya, jika supply naik atau demand turun, maka harga juga akan turun.

Menurut teori ekonomi mikro, permintaan adalah fungsi dari selera, banyaknya konsumen pembeli, pendapatan konsumen, harga barang-barang lain yang bersangkutan dan ekspektasi. Dalam konteks ini, demand untuk saham, misalnya, dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain selera dan ekspektasi para pembeli (investor). Dalam

H3


AKPM-12 11

kaitannya dengan selera dan ekspektasi inilah, investor sebagai pembeli tentunya telah memperhitungkan kinerja dan daya tahan suatu perusahaan, yang kemudian terbentuk dalam suatu ekspektasi yang menentukan berapa harga yang layak menurutnya.

Dalam melakukan ekspektasi terhadap nilai perusahaan ini, tentunya juga telah diperhitungkan semua risiko-risiko yang melekat, termasuk tingkat hutang yang harus ditanggung dan kemampuan untuk membayarnya, yang tercermin dalam besarnya financial leverage. Dengan ekspektasi ini secara agregat harga pasar saham akan digerakkan naik maupun turun. Dan karena saham individu merupakan input saham di pasar, maka sudah barang harga saham individu juga akan dipengaruhi harga pasar, yang besarnya pengaruh itu ditunjukkan dengan besarnya beta.

Kedua, financial leverage akan diekspektasikan oleh investor sebagai sinyal adanya risiko sehingga mempengaruhi penilaiannya terhadap harga yang secara aggregat akhirnya membentuk harga pasar melalui mekanisme bid dan ask (auction market). Saham yang mencerminkan financial leverage tinggi akan diekspektasikan berisiko tinggi dan secara agregat mempengaruhi harga pasar dan kemudian akan mempengaruhi risiko sistematis saham tersebut. Inilah model mekanisme transmisi yang menggambarkan hubungan kausal antara financial leverage dengan beta.

Penjelasan lain adalah bahwa risiko sistematis adalah rata-rata tertimbang risiko sistematis yang terkait dengan return yang berasal dari cash-flow setelah pajak dan risiko sistematis yang terkait dengan return yang berasal dari growth opportunities (Gahlon and Gentry, 1982). Dalam hal ini, financial leverage dan operating leverage adalah determinan dari risiko sistematis yang terkait dengan return yang berasal dari cash-flow setelah pajak. Secara matematis, hubungan ini dirumuskan sbb:

β = (VΠV)βΠ + (VG/V)βG;


AKPM-12 12

dimana VΠ=nilai sekarang cash-flow setelah pajak periode mendatang untuk pemegang saham; VG = porsi nilai ekuitas perusahaan yang berasal dari potential opportunities untuk melakukan investasi mendatang dengan return yang lebih tinggi dari pada return yang syaratkan. Sedangkan βΠ adalah sbb:

βΠ = ),()()(),()('MMMCVRRfCVΠΠΠ−ΠΠΠρλσρ; dimana besarnya koefisien variasi revenue, CV(Π) = DOL (degree of operating leverage). DFL (degree of financial leverage). CV(REV). Jadi efek DOL dan DFL akan sangat menentukan besarnya koefisien variasi revenue yang menjadi determinan βΠ.

Dengan demikian, dengan dua penjelasan di atas, maka dihipotesiskan:

H4a: Hubungan antara risiko sistematis dengan financial leverage simetris atau

bidirectional (dua arah).

H4b: Hubungan antara risiko sistematis dengan financial leverage akan semakin kuat ketika dikondisikan operating leverage dan ukuran perusahaan.

Financial Leverage

Risiko Sistematis (beta)

SIZE

Op. Lev.


AKPM-12 13

Ketika sifat-sifat dan sensitifitas hubungan atau pengaruh ini bisa diketahui maka hal ini akan memudahkan bagi para pembuat keputusan baik pihak prinsipal (investor, share-holders) maupun bagi pihak agen (manajer). Bagi principal, hal ini akan membantu dalam membuat keputusan investasi seberapa jauh saham-saham yang akan dibeli berisiko dengan adanya tingkat leverage tertentu pada kondisi tertentu yang dimiliki sehingga hal ini akan mengubah ekspektasi para investor berkaitan dengan value of the firm. Sedangkan bagi agen (manajer), hal ini juga akan memberikan indikator-indikator yang jelas tentang sifat hubungan antara leverage dengan risiko sistematis; manajer juga dapat membedakan mana leverage yang favorable dan mana leverage yang unfavourable sehingga dapat membantu dalam menentukan besarnya hutang, lamanya berhutang, perputaran utang, sejauhmana perusahaan yang dikelolanya layak dibiayai dengan hutang. serta pada kondisi yang bagaimana beberapa faktor berpengaruh terhadap tingkat risiko perusahaan sehingga risiko perusahaan dapat dikelola dan diantisipasi dengan baik. Pendek kata, temuan ini diharapkan dapat membantu principal dan agen dalam meningkatkan value of the firm dengan cara-cara yang efisien dan efektif.

VI. Metode Penelitian

A. Metode Pengumpulan Data

Data cross-sectional akan dikumpulkan dari Bursa Efek Jakarta selama 2 tahun harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut: 1) Data sampel diambil secara random untuk tiga kategori industri, yaitu: industri kimia dasar, industri jasa, perdagangan dan real estate dan industri barang konsumsi dan aneka industri; 2) laporan


AKPM-12 14

keuangan disusun per 31 Desember selama dua tahun (1992-1993); 3) Data laporan keuangan memiliki tanggal laporan akhir desember setiap tahun.

Sedangkan secara temporal, data akan dikumpulkan dari Bursa Efek Jakarta selama 9 tahun mulai tahun 1994-2002 dan harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut: 1) Data pasar berupa beta yang diambil di akhir kwartal; dan 2) Memiliki laporan keuangan kuartalan.

B. Pengukuran Variabel

Size

Ada beberapa ukuran untuk meproksikan size, yaitu antara lain dengan total penjualan, total aset (nilai bukunya). Dalam riset ini, kedua ukuran tersebut akan digunakan, namun diambil rata-ratanya selama empat tahun terakhir sebagaimana yang dilakukan oleh Ferri and Jones (1979). Kemudian, perusahaan akan dikelompokkan menjadi dua kategori ukuran: ukuran besar dan ukuran kecil

Industri

Homogenitas industri akan dilihat dari pengelompokan menurut publikasi daftar perusahaan di BEJ yang tersedia. Jadi sampel dikatakan termasuk kategori homogen kalau diambil dari kelompok industri yang sama, dan dikatakan tidak homogen kalau diambil secara random dari berbagai industri. Kemudia perusahaan dikelompokkan menjadi dua kategori: homogen dan tidak homogen.

Operating leverage

Variabel ini sebenarnya adalah rasio yang menunjukkan perubahan prosentase dalam laba terhadap perubahan prosentase dalam penjualan. Variabel ini dihitung dan diproksikan dengan berbagai ukuran. Namun dalam riset ini, operating leverage akan diukur dengan DOL (degree of operating leverage ), yaitu [(Et-Et-1)/Et-1/(TSt-TSt-1)/TSt-1]. Et dan Et-1 adalah laba sebelum bunga dan pajak pada periode t dan periode sebelumnya, sedangkan TSt dan TSt-1 adalah total penjualan pada periode t dan periode sebelumnya. Kemudian perusahaan juga dikelompokkan menjadi dua kategori: operating leverage tinggi dan rendah.

Financial leverage

Financial leverage merupakan rasio untuk mengukur seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang. Penggunaan financial leverage dikatakan menguntungkan (favourable financial leverage) jika pendapatan yang diterima dari penggunaan dana tersebut lebih besar dari beban tetapnya, dan sebaliknya financial leverage dikatakan merugikan (unfavourable) jika perusahaan tidak dapat memperoleh pendapatan sebanyak beban tetap yang harus dibayar setelah bertambahnya hutang. Oleh sebab itu, ukuran financial leverage biasanya dilihat dari rasio antara total hutang dengan total ekuitas (Debt-to-Equity ratio). Jika hal ini tidak, ditemukan, maka pengukuran financial leverage dapat dihitung dengan menggunakan rasio degree of financial leverage (DFL), yaitu prosentase perubahan laba setelah pajak (EAT) per triwulan dengan prosentase perubahan EBIT per triwulan (lihat Brigham & Weston, 1990).

Risiko Sistematis (Beta)

Beta atau risiko sistematis merupakan pengukur volatilitas return suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar. Beta sekuritas ke-I mengukur volatilitas return sekuritas ke-I dengan return pasar. Dengan demikian beta merupakan pengukur risiko sistematis (systematic risk) dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko pasar (lihat Hartono, 1998). Beta akan diestimasi dengan menggunakan model pasar:


AKPM-12 15

Ri = αi + βi.RM + ei

Perhitungan dilakukan dengan cara meregres selama 60 bulan sebagaimana yang disarankan oleh Gonedes (1973). Namun, karena data beta sudah tersedia di PPA UGM Jogjakarta, maka sumber beta diambil dari PPA UGM yang sebagian dibedakan antara beta sebelum disesuaikan dan sesudah disesuaikan.

C. Metode Analisa dan Model

Untuk menguji hipotesis 1, 2, dan 3, data sampel yang telah memenuhi kriteria akan dianalisis dengan menggunakan model-model regresi, antara lain:

C.1. Model Cross-sectional dengan interaksi

βit = a + bDERit + γ1DSIZE + γ2DSIZE*DERit + εit...........................................(H1) (1)

βit = a + bDERit + γ1DDOL + γ2DDOL*DERit + εit........................................... (H2) (2)

βit = a + bDERit + γ1IND1 + γ2IND*DERit + εit.................................................(H3) (3)

βit = a + bDERit + γ1IND2 + γ2IND*DERit + εit.................................................(H3) (4)

βit = a + bDERit + γ2SIZE + γ3DDOL + γ4IND1 + γ5IND2 + γ6DSIZE*DERit

7DDOL*DERit + γ8IND1 *DERit + γ9IND2 *DERit + εit..........(H1, H2 dan H3) (5)

Notasi:

βit = Beta yang diambil dari PPA UGM Jogjakarta

DDOL = Variabel dummy Operating leverage dengan nilai 1 jika tinggi; 0 jika rendah

DER = Financial leverage yang diukur dengan debt to equity ratio.


AKPM-12 16

DSIZE = Variabel dummy size dengan nilai 1 jika besar; 0 jika rendah

IND1, IND2 = Variabel dummy untuk pengelompokan 3 kategori industri: 00: (Industri Kimia Dasar), 10: (Industri Jasa, Perdagangan & Real Estate), 01: (Industri Barang Konsumtif & Aneka Industri)

Setelah itu, kekuatan hubungan antara financial leverage atau pengaruh beberapa variabel terhadap beta pada setiap efek moderating variabel, dapat dilihat dari signifikansi koefisien masing-masing variabel moderasi.

C.2. Model Cross-sectional dengan Blocking Sampel

βi = a1 + b1ln DTA + μ1, ketika size besar..................(H1) (6)

βi = a2 + b2 ln DTA + μ2, ketika size kecil..................(H1) (7)

βi = a3 + b3 ln DTA + μ3, ketika industri homogen.....(H2) (8)

βi = a4 + b4 ln DTA + μ4, ketika industri tidak homogen..(H2) (9)

βi = a5 + b5 ln DTA + μ5, ketika operating leverage tinggi...(H3) (10)

βi = a6 + b6 ln DTA + μ6, ketika operating leverage rendah..(H3) (11)

βi = a + b ln DTA +cDOL + dSIZE + eIND1 +fIND2 + μ....(H1, H2, H3) (12)

Notasi:

βi = Risiko sistematis perusahaan ke-i

a1, 2, 3, 4, 5, 6= konstanta

b1, 2, 3, 4, 5, 6=koefisien yang menunjukkan hubungan antara financial levarage dengan beta.

c, d, e, f=koefisien yang menunjukkan hubungan antara variabel independen dengan beta

DTA = Debt to Asset Ratio (Financial leverage)

DOL = Degree of Operating Leverage

Size = ukuran perusahaan

μ = error

C.3. Model Temporal/time-series (dengan mengacu model Bek, 2003 yang bersumber


AKPM-12 17

VII. Hasil Riset

A. Statistik Deskriptif

Berikut adalah statistik deskriptif variabel yang terkait dengan uji hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis.

Tabel 1a: Statistik Deskriptif Data Cross-Sectional (rata tahun 1992-1993)

Panel A: Dependent Variable

Industri

Variabel

N

Rata-rata

Standard Dev.

Min

Max

00

10

01

Adj-beta

Adj-beta

Adj-beta

27

25

40

2,64059

2,65064

2,65095

0,31072

0,22108

0,33887

2,078

2,225

1,859

3,746

3,27

3,994


AKPM-12 19

Keterangan:

00: (Industri Kimia Dasar)

10: (Industri Jasa, Perdagangan & Real Estate)

01: (Industri Barng Konsumtif & Aneka Industri)

Panel B: Independent Variable

Industri

Variabel

N

Rata-rata

Standard Dev.

Min

Max

00

10

01

Fin. Leverage (DER)

Fin.Leverage (DTA)

Degrees of Op. Lev. (DOL)

Size

Fin. Leverage (DER)

Fin.Leverage (DTA)

Degrees of Op. Lev. (DOL)

Size

Fin. Leverage (DER)

Fin.Leverage (DTA)

Degrees of Op. Lev. (DOL)

Size

27

27

27

27

25

25

25

25

40

40

40

40

3,71516

0,72557

8,81077

267.457.482

3,58436

0,73999

-0,45448

169.037.567

2,36782

0,65195

2,573259

187215524

2,98542

0,12397

30,2991

459.556.522

4,00903

0,16558

17,61114

296.412.006

2,79665

0,18982

7,01727

371.504.194

0,6016

0,37562

-12,12655

496932,5

-6,90265

0,43746

-53,54213

105.318

-9,555773

0,20604

-11,81648

58098

13,72597

0,93209

158,0334

1.931.217.076

13,81719

1,169415

58,06131

1.523.728.601

8,98823

1,01057

37,906446

1.778.729.930

Keterangan:

00: (Industri Kimia Dasar)

10: (Industri Jasa, Perdagangan & Real Estate)

01: (Industri Barng Konsumtif & Aneka Industri)

Tabel 1b: Statistik Deskriptif Data Temporal

Panel A: Independent Variable

Variabel

N (Kw X jml Persh)

(1994-2002)

Rata-rata

Standard Dev.

Min

Max

Non-Adj Beta (beta 1)

Adj-Beta (Beta2)

Fin. Leverage (UMTOTAL)

Op. Leverage (DOLTOT)

Size (ASETTOTAL)

36 X 19

36 X 19

36 X 19

36 X 19

36 X 19

0,65

2,58980

1,42083

0,338056

3.05E+10

1.62E+11

0,26873

2,365981

0,899336

1.62E+11

0,00

1,35

-6,02

-0,290

1.10E+09

1,08

2,830

7,530

5,410

9.77E+11

Dari statistik deskriptif data cross-sectional maupun data temporal di atas, maka dapat disimpulkan bahwa standard deviasi adjusted-beta untuk ketiga kategori industri sangat kecil, jadi variasi adjusted beta lebih kecil dibandingkan dengan non-adjusted beta. Demikian juga untuk, financial leverage, variasi antar industri juga tidak menunjukkan variasi yang mencolok. Yang terlihat ada selih yang besar nampak terjadi pada aset dan operating leverage pada data cross-sectional dan aset pada data temporal.


AKPM-12 20

B. Pengujian Hipotesis 1, 2 dan 3

B.1. Hasil pengujian dengan menggunakan model C.1 (model interaksi)

Tabel 1:

Hasil regresi hubungan antara financial leverage dengan beta

(Panel A: dimoderasi oleh size; panel B: dimoderasi oleh operating leverage;

dan panel C: dimoderasi oleh industri)

Variabel

Koefisien

Standard Error

t-ratio

Significant level

Prediksi

Arah Tanda

PANEL A: Hubungan financial leverage dengan beta yang dimoderasi size

Intercept

lnDER

DSIZE

lnDER*DSIZE

(DERDSIZE)

Adj-R2

F-Test

P-Value

0,976

-0,00265

-0,02918

0,00550

-0,020

0,428

0,733

0,031

0,024

0,037

0,008

31,507

-0,109

-0,432

0,714

0,000**

0,913

0,432

0,477

?

+

-

+

Panel B: Hubungan financial leverage dengan beta yang dimoderasi operating leverage

Intercept

lnDER

DDOL

lnDER*DDOL

(DERDDOL)

Adj-R2

F-Test

P-Value

0,964

0,00737

-0,04834

0,00747

-0,015

0,573

0,635

0,019

0,016

0,047

0,011

51,311

0,473

-1,034

0,702

0,000**

0,637

0,304

0,484

?

+

-/+

-/+

Panel C: Hubungan financial leverage dengan beta yang dimoderasi oleh industri

Intercept

lnDER

IND1

IND2

lnDER*IND1

lnDER*IND2

Adj-R2

F-Test

P-Value

0,99647

-0,02957

0,00564

-0,11029

0,00070

0,03627

0,069

2,317

0,051

0,032

0,024

0,044

0,048

0,008

0,012

30,852

-1,253

0,129

-2,299

0,086

2,965

0,000**

0,214

0,898

0,024**

0,932

0,004**

?

+

? ?

+

+

Keterangan:

**Signifikan pada level 5%

*Signifikan pada level 10%

Dari tabel di atas, panel A menunjukkan hasil pengujian hipotesis 1 secara terpisah, yaitu bahwa ukuran perusahaan mempengaruhi secara negatif hubungan antara


AKPM-12 21

financial leverage dengan beta. Hasinya menunjukkan bahwa variabel independen tidak signifikan menjelaskan besarnya beta (p-value= 0,733). Ini juga berarti bahwa model ini tidak berhasil mendukung hipotesis sebgaimana yang ditemukan Francis (1986), Elton dan Gruber (1995: 149), yaitu bahwa perusahaan yang size-nya besar akan menghadapi risiko lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki size kecil. Perusahaan yang berskala besar lebih mudah mengakses ke pasar modal sedangkan perusahaan berskala kecil lebih sulit untuk akses ke pasar modal.

Panel B menunjukkan hasil regresi hubungan antara financial leverage dengan beta ketika ada moderasi dari operating leverage. Hasilnya juga menunjukkan bahwa model pengujian ini tidak berhasil mendukung hipotesis 3 karena dari nilai p-value, yaitu 0,635, maka model ini tidak signifikan dalam mendukung hipotesis, meskipun tanda koefisien interaksi menunjukkan arah yang sama dengan hipotesis 3a. Sebagian literatur empiris menunjukkan bahwa korelasi operating leverage dengan financial leverage adalah negatif, sedangkan operating leverage dengan risiko sistematis menunjukkan korelasi positif. Operating leverage yang tinggi akan menyababkan financial leverage menjadi menurun (lihat Ferri and Jones, 1979), namun sebaliknya akan menaikkan risiko sistematis (lihat Lev, 1974; Mandelker and Rhee, 1984) dan operating leverage yang rendah akan menaikkan financial leverage naik, namun akan menurunkan risiko sistematis.

Sedangkan Panel C menunjukkan hasil regresi hubungan antara financial leverage dengan beta ketika ada moderasi dari faktor industri. Hasilnya juga menunjukkan bahwa model pengujian ini berhasil mendukung hipotesis 2 secara marginal pada level 0,05 atau signifikan pada level 0,1 (p-value=0,051). Ini berarti


AKPM-12 22

bahwa pengaruh interaksi faktor industri (tingkat homogenitas) yang dibedakan antara industri Industri Barang Konsumtif & Aneka Industri dan lainnya dengan besarnya financial leverage sangat berpengaruh terhadap variasi beta. Koefisien interaksi faktor industri yang membedakan antara Industri Barang Konsumtif & Aneka Industri dan lainnya dengan financial leverage sangat signifikan pada level 0,05 (yaitu 0,004). Namun ketika industri dibedakan antara industri jasa, perdagangan dan real estate dengan lainnya, maka hasilnya tidak signifikan.

Dengan demikian, hasil ini konsisten dengan temuan Martakinen (1993) yang menunjukkan hasil yang berbeda ketika tingkat homogenitas sampelnya berbeda, meskipun arah tanda koefisien berbeda untuk variabel interaksi, yaitu positif.

Tabel 2:

Hasil regresi hubungan antara financial leverage dengan beta

(dimoderasi oleh size, operating leverage, dan industri)

Variabel

Koefisien

Standard Error

t-ratio

Significant level

Prediksi

Arah Tanda

Intercept

lnDER

DSIZE

DDOL

IND1

IND2

lnDER*DSIZE

lnDER*DDOL

lnDER*IND1

inDER*IND2

Adj-R2

F-Test

P-Value

2,914

-0,207

-0,142

-0,266

-0,01505

-0,407

0,02969

0,04893

0,00043

0,125

0,107

2,189

0,031

0,119

0,086

0,102

0,132

0,131

0,138

0,021

0,029

0,023

0,034

24,493

-2,402

-1,386

-2,016

-0,115

-2,961

1,395

1,699

0,019

3,660

0,000**

0,019**

0,170

0,047**

0,909

0,004**

0,167

0,093*

0,985

0,000**

?

+

-

-/+

?

?

+

+

+

+

Keterangan:

**Signifikan pada level 5%

*Signifikan pada level 10%


AKPM-12 23

Dari tabel di atas, ditunjukkan bahwa pengujian hipotesis 1, 2, dan 3 dilakukan secara serentak dalam satu model, yaitu memasukkan seluruh variabel independen (yaitu size, operating leverage dan faktor industri) dan interaksinya dengan financial leverage. Hasilnya menunjukkan bahwa model ini signifikan pada level signifikansi 0,05 (p-value=0,031). Dua variabel interaksi, yaitu interaksi antara operating leverage dengan financial leverage dan industri yang membedakan antara Industri Barang Konsumtif & Aneka Industri dan lainnya dengan financial leverage mampu menjelaskan variasi beta atau risiko sistematis dengan tingkat signifikansi secara berturut-turut sebesar 0,093 dan 0,000. Hasil ini berarti mendukung hipotesis 2 dan hipotesis 3, sementara hipotesis 1 tidak terdukung

B.2. Hasil pengujian dengan menggunakan model C.2 (blocking sampel)

Dari pengolahan statistik yang telah dilakukan dengan SPSS, maka berikut akan disajikan ringkasan hasil uji beberapa hipotesa 1, 2, dan 3 yang telah disusun di atas.

1. Uji Hubungan : Beta-Adjusted dengan Financial Leverage (Debt to Total Asset) dengan kondisi blocking sampel yang berbeda.

Tabel 3

Hasil Regresi dari 46 sampel untuk masing-masing kategori: Size (Besar dan kecil), Operating leverage (tinggi dan rendah), Industri (00: (Industri Kimia Dasar; 10: Industri Jasa, Perdagangan & Real Estate; 01: Industri Barng Konsumtif & Aneka Industri)

Model: lnβsi = a + b ln DTA + μ

Blocking Sample

Koefisien

Adj-R2

F Statistik

a

b

SIZE

Kecil

0,997

(37,894)

0,00

0,05933

(1,239)

0,222

0,012

1,536

0,222

Besar

0,950

(30,241)

0,00

-0,0378

(-0,508)

0,614

-0,017

0,259

0,614

Op.

Rendah

0,987

(40,608)

0,00

0,04098

(0,885)

0,381

-0,005

0,783

0,381


AKPM-12 24

Leverage

Tinggi

1,031

(2,097)

0,042

-0,00325

(-0,133)

0,895

-0,022

0,018

0,895

Industri

00

0,964

(21,31)

0,00

-0,00104

(-0,009)

0,993

-0,040

0,993

0,993

10

0,945

(32,799)

0,00

-0,0802

(-1,102)

0,282

0,009

1,214

0,282

01

1,001

(30,674)

0,00

0,06939

(1,267)

0,213

0,015

1,604

0,213

Semua Industri

0,959

(8,379)

0,00

0,0004762

(0,078)

0,938

-0,011

0,006

0,938

Keterangan:

00: (Industri Kimia Dasar)

10: (Industri Jasa, Perdagangan & Real Estate)

01: (Industri Barng Konsumtif & Aneka Industri)

Angka dalam kurung menunjukkan t statistik

p-value terletak dibawah t-statistik

*Signifikan pada tingkat 5%

Dari table di atas, maka bisa disimpulkan bahwa hasil uji parsial hubungan antara financial leverage dengan beta ternyata tidak berhasil menerima Ha1 bahwa hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis akan lebih kuat ketika size prusahaan relatif lebih besar dari pada perusahaan lain. Hal ini terlihat dari perbandingan nilai F yang sama-sama tidak signifikan; yaitu pada pada perusahaan dengan size rendah taraf signifikansinya 0,222 dan pada size yang tinggi justru lebih besar, yaitu 0,614. Bahkan hubungan antara financial leverage dengan adjusted-beta juga terlihat tidak signifikan.

Untuk melihat sensitifitas hubungan antara financial leverage dengan beta ketika dilihat dalam perspektif kondisi operating leverage (DOL) yang berbeda, maka table di atas menunjukkan bahwa hasil uji parsial hubungan antara financial


AKPM-12 25

leverage dengan beta ternyata tidak berhasil menerima Ha3 bahwa hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis akan lebih kuat ketika operating leverage prusahaan relatif menurun dari pada perusahaan lain. Hal ini terlihat dari perbandingan nilai F yang sama-sama tidak signifikan; yaitu pada pada perusahaan dengan size rendah taraf signifikansinya 0,381 dan pada size yang tinggi justru lebih besar, yaitu 0,895. Bahkan hubungan antara financial leverage dengan adjusted-beta juga terlihat tidak signifikan.

Sedangkan untuk melihat sensitifitas hubungan antara financial leverage dengan beta ketika dilihat dalam perspektif homogenitas perusahaan dengan tiga klasifikasi sampel, yaitu, 00: Industri Kimia Dasar; 10: Industri Jasa, Perdagangan & Real Estate; dan 01: Industri Barang Konsumsi & Aneka Industri, maka table di atas menunjukkan bahwa hasil uji parsial hubungan antara financial leverage dengan beta ternyata juga tidak berhasil menerima Ha4 bahwa hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis akan lebih kuat ketika ada homogenitas perusahaan; dan akan lemah terjadi sebaliknya. Hal ini terlihat dari perbandingan nilai F yang sama-sama tidak signifikan; yaitu pada pada perusahaan dengan pada industri 00 rendah taraf signifikansinya 0,993 dan pada industri 10 pada taraf 0,282 dan 0,213 pada industri 01. Selain itu, dari perbandingan kedua table di tas, tidak terlihat ada perbedaan kekuatan hubungan antara financial leverage dengan beta karena klasifikasi industri (homogenitas) dan yang tidak ada klasifikasi. Ini bisa dilihat juga pada nilai adjusted R2 pada kedua table di atas. Bahkan hubungan antara financial leverage dengan adjusted-beta juga terlihat tidak signifikan.

2. Uji Variabel Gabungan


AKPM-12 26

Uji Hubungan: Financial Leverage (Debt to Total Asset), DOL, size dan Industri terhadap Beta-Adjusted/Non-Adjusted

Tabel 4

Hasil Regresi dari variable gabungan: financial leverage, operating leverage (DOL), ukuran perusahaan, dan perbedaan industri dengan membedakan antara beta disesuaikan dan tidak disesuaikan

Model: lnβsi = a + b ln DTA + c ln DOL +d ln SIZE + eIND1 + fIND2

Jenis

Beta

Koefisien

Adj-R2

F Statistik

(p value)

a

b

c

d

e

f

Beta-Non-Adjusted

-2,634

(-2,567)

0,013*

0,877

(2,541)

0,014*

-0,0559

(-0,846)

0,401

0,104

(1,924)

0,059**

-0,245

(-0,971)

0,336

-,297

(-1,309)

0,196

0,122

2,757

(0,027)*

Beta- Adjusted

1,022

(7,027)

0,00

0,0479

(0,941)

0,350

-0,0036

(-0,390)

0,698

-0,0019

(-0,245)

0,807

0,0028

(0,056)

0,956

0,014

(0,422)

0,674

-0,055

0,218

(0,954)

Keterangan:

Angka dalam kurung pada kolom 2 s/d 7 menunjukkan t statistik; sedangkan pada kolom 9 p-value

p-value terletak dibawah t-statistik pada kolom 2 s/d 7

*Signifikan pada tingkat 5%

**Signifikan pada tingkat 10%

Dari uji keseluruhan variable pada satu model, terlihat bahwa ternyata ukuran perusahaan dan financial leverage secara bersama-sama secara signifikan mempengaruhi beta (risiko sistematis) jika beta yang ada belum disesuaikan, yang ditunjukkan dengan taraf signifikansi 0,014 untuk financial leverage dan 0,059 untuk ukuran perusahaan, sedangkan DOL dan efek industri tidak signifikan. Namun demikian secara keseluruhan model ini signifikan dengan nilai Adj-R2 0,122; atau 12,2% model ini mampu menjelaskan besarnya beta (risiko sistematis).


AKPM-12 27

Namun yang perlu dicatat adalah bahwa untuk risiko sistematis yang diukur dengan beta yang disesuikan ternyata sangat tidak signifikan. Hasil ini menunjukkan secara tajam bahwa pengukuran beta yang ada masih menjadi persoalan.

Dengan demikian, keseluruhan model C.2 dengan menggunakan blocking sampel tidak berhasil menunukkan bukti yang mendukung hipotesis 1, hipotesis 2 dan hipotesis 3. Hampir semua model tidak signifikan, kecuali pada model gabungan. Namun, dalam model gabungan ini, namun penafsiran perlu dilakukan secara hati-hati karena betanya adalah non-adjusted sehingga validitas hasil ini belum bisa meyakinkan karena adanya error-variable yang ada proksi risiko sistematis.

B.3. Hasil Estimasi Secara Temporal (dengan menggunakan Model C. 3)

Untuk menguji estimasi kausalitas, langkah-langkah yang akan dilakukan mengacu prosedur estimasi standar, yang meliputi dua langkah penilaian. Pertama melakukan pengujian stasioneritas dan derajat integrasi untuk masing-masih variabel: BETA2 (BETA KOREKSI), BETA1 BETAMENTAH), ASETTOTAL DAN UMTOTAL (FINANCIAL LEVERAGE). Uji stasioneritas dilakukan untuk menilaia apakah seri atau deretan variabel-variabel yang diikutkan dalam model (beta, total aset [size], financial leverage, dan operating leverage) stasioner. Stasioneritas ini merupakan persyaratan untuk melakukan analisis runtun waktu sehingga penggunaan OLS y6ang dipergunakan untuk mengestimasi variabel tidak spurious (lancung).

Uji stationeritas. Seri dikatakan terintegrasi dalam derajat d atau I(d), jika d yang merupakan jumlah waktu seri harus didefensiasi untuk mencapai stationeritas. Dalam hal ini pengujian dilakukan dengan menggunakan uji DF (dickey-Fuller) dan ADF (Augmented Dickey-Fuller test). Hasil pengujiannya dapat dilihat pada tabel berikut.


AKPM-12 28

Tabel 5: Uji DF dan ADF

Variabel

DF

ADF

Beta1

-1,075

-1,077

D(beta1)

-4,142***

-4,508***

Beta2

-4,130***

-4,37***

AsetTotal

-2,006

-1,746

D(AsetTotal)

-4,749***

-4,756***

DOLTOT

-3,699***

-3,640**

D(DOLTOT)

-5,93***

-5,84***

UMTOTAL

-4,35***

-4,257***

Keterangan:

***Signifikan pada 1%

**Signifikan pada 5%

*Signifikan pada 10%

Model hasil penyesuaian (melalui proses differencing, yaitu first difference untuk variabel BETA1 DAN ASETTOTAL) yang akan diuji dapat dilihat sebagai berikut.


AKPM-12 29

Tabel 6

Hasil Estimasi untuk Model 13, 14, 15, dan 16 (Beta dihitung dengan koreksi)

Dependent Variable

BETA2

UMTOTAL

Model

Model 16

Model 17

Model 18

Model 19

LAG/LEAD∝)

Ind Var

t-1

t-1; t-2

t-1; t+1

t-1; t-2

t+1;t+2

t-1

t-1; t-2

t-1; t+1

t-1; t-2

t+1;t+2

C

DOLTOT

ΔASETTOTAL

UMTOTAL (-1)

UMTOTAL (-2)

UMTOTAL (+1)

UMTOTAL (+2)

BETA2(-1)

BETA2(-2)

BETA2(+1)

BETA2(+2)

2,55***

-0,02

-0,007

0,034

2,54***

-0,02

0,03

0,03

0,01

2,41***

-0,01

-0,01

0,06***

0,08***

2,41***

-0,09

-0,48

0,05**

0,05*

0,10***

-0,01

-9,12***

-0,38

0,02

4,11****

-5,48

-0,558

-1,84

5,55***

-2,79**

-14,61***

-0,35

0,03

4,14***

2,05*

-10,45**

-0,47

-1,60

5,37***

-2,78**

1,6*

0,2

R2

Adj-R2

F-Stat

Prob

0,06

-0,02

0,74

0,53

0,07

-0,05

0,55

0,69

0,45

0,37

5,97

0,001

0,59

0,49

6,006

0,000

0,31

0,25

4,85

0,006

0,43

0,36

5,69

0,001

0,39

0,31

4,73

0,004

0,6

0,51

6,47

0,000


AKPM-12 30

D-W Stat

1,34

1,33

1,87

2,38

1,26

1,7

1,49

2,3

AIC

SCHWARZ

WALD-TEST: C(2):

C(3):

0,65

0,83

0,91

0,91

0,74

0,97

0,89

0,89

0,22

0,44

0,86

0,86

0,129

0,450

0,43

0,42

4,4

4,58

0,61

0,61

4,30

4,5

0,50

0,50

4,33

4,55

0,62

0,62

3,86

4,18

0,47

0,46

Keterangan:

∝)Lag/Lead hanya sebagai perbandingan, bukan titik optimal.

***Signifikan pada level 1%

**Signifikan pada level 5%

*Signifikan pada level 10%

Dari tabel 6 di atas, ditunjukkan bahwa Ho:cj=0 untuk j=1, 2, 3, ...l dan Ho:c’j=0 untuk j=1, 2,..n kedua-duanya berhasil ditotak. Hal ini terlihat nilai koefisien untuk variabel lag maupun lead baik model 17 maupun model 19 yang signifikan. Ini berarti kausalitas yang terjadi sesuai dengan kriteria ketiga, yaitu hubungan kausalitas yang terjadi antara systematic risk (beta) dengan adalah bidirectional. Dengan demikian, hasil ini sekaligus mendukung hipotesis 4a.

Sedangkan untuk menjawab hipotesis 4b, hasil uji wald-test menunjukkan bahwa dua variabel kondisional (operating leverage dan size) tidak signifikan dalam mempengaruhi hubungan kausal antara kedua variabel, yaitu financial leverage dan beta. Untuk semua model yang ada pada tabel 2, nilai p-value uji wald-test semuanya tidak signifikan. Ini berarti kedua variabel kondisional (operating leverage dan size) sebenarnya bisa dihilangkan karena secara struktural tidak memiliki pengaruh di dalam model.

Dari hasil ini, maka kausalitas bidirectional seharusnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan estimasi dan pembuatan kebijakan dimana hubungan antara beta dan financial leverage adalah saling melengkapi. Sementara itu, untuk melengkapi pengujian, berikut adalah estimasi dengan menggunakan model yang sama, namun ada sedikit perbedaan yang terletak pada variabel beta. Beta yang digunakan untuk estimasi pada tabel 6 merupakan beta yang sudah dikoreksi, namun beta yang digunakan untuk tabel 7 adalah beta yang belum dikoreksi. Berikut adalah hasil estimasinya.


AKPM-12 31

Tabel 7

Hasil Estimasi untuk Model 17, 18, 19, dan 20 (Beta dihitung tidak dengan koreksi/Mentah)

Dependent Variable

ΔBETA1

UMTOTAL

Model 20

Model 21

Model 22

Model 23

LAG/LEAD∝)

Ind Var

t-1

t-1; t-2

t-1; t+1

t-1; t-2

t+1;t+2

t-1

t-1; t-2

t-1; t+1

t-1; t-2

t+1;t+2

C

DOLTOT

ΔASETTOTAL

UMTOTAL (-1)

UMTOTAL (-2)

UMTOTAL (+1)

UMTOTAL (+2)

ΔBETA1(-1)

ΔBETA1(-2)

ΔBETA1(+1)

ΔBETA1(+2)

-0,05

-0,006

0,007

0,027**

-0,08**

0,036

0,42

0,03**

-0,002

-0,03

-0,01

0,009

0,03

-0,01

-0,035

0,054

0,457

0,03*

-0,01

-0,003

-0,023*

1,59***

-0,53

-0,87

-3,20**

1,43***

-0,36

-0,76

-3,507

-6,07**

1,43**

-0,25

0,63

-2,97

5,05**

1,47***

-0,36

-0,68

-2,78

-4,63

4,51*

3,84

R2

Adj-R2

F-Stat

Prob

0,15

0,069

1,84

0,15

0,21

0,106

1,98

0,12

0,207

0,09

1,89

0,13

0,357

0,203

2,32

0,06

0,07

-0,01

0,85

0,47

0,25

0,15

2,41

0,07

0,20

0,09

1,8

0,14

0,31

0,14

1,8

0,13


AKPM-12 32

D-W Stat

2,4

2,3

2,6

2,17

1,16

0,95

1,45

1,68

AIC

SCHWARZ

WALD-TEST: C(2):

C(3):

-0,68

-0,511

0,92

0,92

-0,67

-0,44

0,30

0,29

-0,66

-0,43

0,85

0,85

-0,67

-0,35

0,30

0,28

4,74

4,9

0,61

0,60

4,62

4,8

0,78

0,78

4,64

4,86

0,75

0,75

4,46

4,79

0,74

0,73

Keterangan:

∝)Lag/Lead hanya sebagai perbandingan, bukan titik optimal.

***Signifikan pada level 1%

**Signifikan pada level 5%

*Signifikan pada level 10%

Dari tabel 7 di atas, ternyata hampir seluruh model tidak signifikan, yang ditunjukkan dengan F-test yang sangat tinggi. Hasil ini selain memberikan gambaran bahwa pemilihan model harus didasarkan diagnosis yang kuat, namun di sisi lain pemilihan variabel yang dapat dioperasionalisasikan secara valid dan reliabel juga sangat mempengaruhi hasil estimasi.

Selain itu, dari uji wald-test, ternyata dua variabel kondisional (operating leverage dan size) juga tidak signifikan dalam mempengaruhi hubungan kausal antara kedua variabel, yaitu financial leverage dan beta. Hasil ini ditunjukkan tidak hanya ditabel 6 tapi juga ditabel 7.

VIII. Diskusi Hasil

Secara cross-sectional, hasil pengujian mendukung hipotesis 2 dan hipotesis 3 yang berhasil dibuktikan dengan menggunakan model C.1. Model C.1 (model interaksi) yang memasukkan variabel interaksi secara bersama-sama untuk ketiga variabel moderasi mengindikasikan bahwa pertama, efek operating leverage dan faktor industri sangat mempengaruhi hubungan antara risiko sistematis dan financial leverage; kedua,


AKPM-12 33

pengaruh faktor industri sangat kuat ketika industri dibedakan antara industri barang konsumtif dan aneka industri dengan industri lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun homogenitas industri mempengaruhi kuat lemahnya hubungan risiko sistematis dengan financial leverage, namun industri ini juga tergantung pada tingkat risiko yang melekat pada masing-masing industri itu sendiri. Industri barang konsumtif mungkin memiliki tingkat risiko yang sangat berbeda (mungkin lebih tinggi) relatif dibandingkan industri lainnya.

Sedangkan hasil analisis secara temporal menunjukkan bahwa hubungan kausalitas antara financial leverage dengan beta adalah bidirectional (mendukung hipotesis 4a). Dengan demikian, hasil ini memperjelas temuan-temuan sebelumnya yang tidak secara tegas menunjukkan arah hubungan kedua variabel tersebut. Jika dilihat esensi dari masing-masing variabel, maka hubungan ini sebenarnya makes sense. Variabel beta, yang merupakan pengukur volatilitas harga saham terhadap harga pasar adalah risiko yang sistematis. Artinya, gerakan harga saham sangat dipengaruhi oleh gerakan harga pasar. Sementara itu, di pasar saham, mekanisme jual beli akan mengikuti hukum demand dan supply. Jika demand tinggi, maka harga akan cenderung naik, demikian sebaliknya, jika supply naik atau demand turun, maka harga juga akan turun.

Menurut teori ekonomi mikro, demand = f(S, Ps, P1, Y, B, K), yaitu permintaan adalah fungsi dari selera, banyaknya konsumen pembeli, pendapatan konsumen, harga barang-barang lain yang bersangkutan dan ekspektasi (Wijaya, 1999: 106-111). Dalam konteks ini, demand untuk saham, misalnya, dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain selera dan ekspektasi para pembeli (investor). Dalam kaitannya dengan selera dan ekspektasi inilah, investor sebagai pembeli tentunya telah memperhitungkan


AKPM-12 34

kinerja dan daya tahan suatu perusahaan, yang kemudian terbentuk dalam suatu ekspektasi yang menentukan berapa harga yang layak menurutnya.

Dalam melakukan ekspektasi terhadap nilai perusahaan ini, tentunya juga telah diperhitungkan semua risiko-risiko yang melekat, termasuk tingkat hutang yang harus ditanggung dan kemampuan untuk membayarnya, yang tercermin dalam besarnya financial leverage. Dengan ekspektasi ini secara agregat harga pasar saham akan digerakkan naik maupun turun. Dan karena saham individu merupakan input saham di pasar, maka sudah barang harga saham individu juga akan dipengaruhi harga pasar.

Oleh sebab itu, temuan pengujian hubungan kausal bidirectional ini antara risiko sistematis (beta) dengan financial leverage sebenarnya merupakan cerminan pola hubungan demand dan supply di pasar yang dapat membentuk harga keseimbangan.

Sedangkan untuk variabel kondisional yang diduga ikut mempengaruhi hubungan kausal antara beta dengan financial leverage, maka dalam hasil temuan ini ternyata tidak terbukti. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kelemahan-kelemahan yang ada pada pasar modal yang sedang berkembang, dimana masih adanya nonsincronuous trading dan aturan-aturan insider trading yang belum jelas. Misalnya, perusahaan dengan size tinggi yang mestinya berhubungan negatif dengan besarnya beta dalam hal ini tidak terjadi karena di Indonesia, perusahaan yang sizenya tinggi biasanya menjadi obyek politis sehingga fluktuasi harga pasarnya selalu sejalan dengan harga pasar yang masih sensitif dengan isu-isu pilitis.

Namun demikian, hasil ini yang menunjukkan bahwa operating leverage tidak signifikan mempengaruhi model hubungan antara sistematic risk dan financial leverage tidak konsisten dengan penjelasan konseptual Gahlon and Gentry (1982), yang


AKPM-12 35

menganggap financial leverage dan operating leverage adalah determinan dari risiko sistematis yang terkait dengan return yang berasal dari cash-flow setelah pajak.

IX. Penutup

A. Simpulan

1. Secara cross-sectional, hasil ini tidak berhasil mendukung hipotesis 1, yaitu hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis akan lebih kuat ketika size perusahaan adalah relatif lebih kecil dari perusahaan lain; dan sebaliknya, hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis akan kurang kuat ketika size perusahaan relatif lebih besar dari perusahaan lain. Namun, hipotesis 2, yaitu bahwa hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis akan negatif dan lebih kuat ketika perusahaan termasuk dalam kelompok industri yang relatif lebih homogen dari perusahaan lain; dan sebaliknya, hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis akan positif dan menjadi kurang kuat ketika perusahaan termasuk dalam kelompok industri yang kurang homogen dari yang lain dan hipotesis 3b, yaitu bahwa hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis menjadi kuat ketika ada pengaruh yang signifikan operating leverage yang semakin tinggi berhasil didukung bukti empiris ketika menggunakan model interaksi (C.1). Namun, koefisien variabel financial leverage, operating leverage dan industri pada main-effect ternyata masih tidak konsisten tandanya, meskipun hasilnya signifikan. Namun hasil ini ternyata konsisten dengan temuan Sufiyati (1997) pada perusahaan publik di BEJ dimana sebagian hasilnya menunjukkan bahwa financial leverage juga berhubungan negatif dengan beta.


AKPM-12 36

2. Namun ketika menggunakan model blocking sampel (model C.2), hasil ini menunjukkan bahwa pada uji parsial, tidak ditemukan bukti bahwa ada hubungan yang signifikan antara financial leverage dengan risiko sistematis. Dengan menggunakan berbagai kondisi perbedaan yang mendasari hubungan antara financial leverage dengan risiko sistematis; yaitu perbedaan DOL (operating leverage), ukuran perusahaan, dan homogenitas industri, tidak ditemukan sensitifitas hubungan antara financial leverage dengan beta pada uji hubungan secara parsial. Namun, demikian dalam uji bersama variabel-variabel independen terhadap beta, ditemukan dua variable secara signifikan mempengaruhi risiko sistematis. Namun, dalam hal ini signifikansi hubungan ini terlihat ketika risiko sistematis diproxikan dengan beta yang belum disesuaikan; dan hasilnya menunjukkan sebaliknya ketika diukur dengan beta yang disesuaikan.

Secara temporal, hasil pengujian ini menunjukkan bahwa financial leverage secara signifikan berhubungan secara simetris (bidirectional) dengan beta (risiko sistematis). Ini berarti kedua variabel ini memiliki hubungan kausalitas dua arah. Beta yang tinggi (rendah) dapat mempengaruhi dan menyebabkan tingginya (rendahnya) financial leverage; dan sebaliknya tingginya (rendahnya) financial leverage dapat mempengaruhi dan menyebabkan tingginya (rendahnya) beta. Oleh sebab itu, hasil ini mendukung hipotesis 4a. Namun demikian, kedua variabel kondisional (operating leverage dan size) tidak secara signifikan ikut mempengaruhi hubungan kausalitas antara beta dengan financial leverage.

B. Keterbatasan dan Saran

Temuan ini memberikan pandangan bahwa pengukuran beta masih perlu dipersoalkan, terutama beta yang disesuaikan. Hal ini bisa dimaklumi karena penyesuaian beta yang


AKPM-12 37

dilakukan di Indonesia biasanya mengikuti rumusan empat lag dan empat lead sebagai di kemukakan Jogiyanto (1997).

Pada hal kondisi, penyesuaian beta tentunya sangat kondisional tergantung sejauhmana aktivitas pasar pada suatu waktu, aktif atau tidak. Semakin aktif, maka berarti penyesuaiannya tidak beguitu banyak, dan semakin tidak aktif maka akan perlu disesuaikan sesuai rata-rata ketidakaktifan tersebut.

Secara ekonometris, hubungan kausal bidireksional ini bisa dikembangkan untuk diteliti lebih lanjut dengan uji-uji kausalitas yang lain, seperti dengan uji Granger-causality sendiri atau uji-uji lain. Untuk sementara, hasil estimasi pemodelan hubungan kausalitas ini dapat dikembangkan di tahun-tahun mendatang ketika seri kwartalan semakin banyak dan jumlah sampel perusahaannya juga semakin besar untuk memperkuat hasil ini.


AKPM-12 38

DAFTAR PUSTAKA

Aliman (1998), “Model Autoregresif Analisis Kausalitas antara Jumlah Uang Beredar dan Tingkat Pendapatan Nasional: Studi Kasus Indonesia-Thailand,” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, 13 (4): 12-29.

Beaver, William, Paul Kettler and Myron Scholes (1970). “The Association between Market Determined and Accounting Determined Risk Measures,” Accounting Review, Vol. 45, October, Hal. 654-682.

Bek, Jani (2003). “Causality Analysis of Exports and Economic Growth: Agregate and Sectoral Results for Slovenia,” Eastern European Economics, 41 (6): 70-92.

Ben-Zion, Uri and Sol S. Shalit (1975). “Size, Leverage and Dividend Record as Determinants of Equity Risk, The Journal of Finance, Vol. XXX, September, hal. 63-73.

Bowman, R.G. (1979). “The Theoretical Relationship Between Systematic Risk and Financial (Accounting) Variables.” The Journal of Finance, June, hal. 617-630.

____ (1980). “The Importance of A Market-Value Measurement of Debt in Assesssing Leverage,” Journal of Accounting Research, Spring, hal. 242-254.

____ (1981).”The Theoretical Relationship Between Systematic Risk and Financial (Accounting) Variables: Reply,” The Journal of Finance, hal. 749-750.

Budiarti, Endah (1996). “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Beta Saham di Bursa Efek Jakarta Periode Juli 1992-Desember 1994, Tesis Tidak Dipublikasikan, Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.

Brigham, Eugene F. and J. Fred Weston (1990). Essentials of Managerial Finance, 9th Ed., New York, The Dryden Press.

Conine, T.E. (1982) “On the Theoretical Relationship Between Business Risk and Systematic Risk,” Journal of Business Finance and Accounting, Summer, hal. 199-205.


AKPM-12 39

Cooper, Donald R. and C. William Emory (1995), Business Research Methods, 5th Ed., Chicago, Richard D. Irwin, Inc.

Christie, A.A. (1982). “The Stochastic Behavior of Common Stock Variances: Value, Leverage and Interest Rate Effects,” Journal of Financial Economics, December, hal. 407-432.

Collins, D. and S. Kothari (1989), “An Analysis of Intertemporal and Cross-sectional Determinants of Earnings Response Coefficients,” Journal of Accounting and Economics (1989): 143-181

Dhaliwal, D.S., K.J. Lee, and N.L. Fargher (1991), “The Association Between Unexpected Earnings and Abnormal Security Returns in the Presence of Financial Leverage,” Contemporary AccountingResearch (Fall): 20-41.

Easton, P.D. and M.E. Zmijewski (1989), “Cross-sectional Variation in the Stock-Market Response to Accounting Earnings Announcements,” Journal of Accounting and Economics (July): 117-141.

Elton, Edwin J. and Martin J. Gruber (1995). Modern Portfolio Theory and Investment Analysis, Fifth Edition, New York, John Wiley & Sons, Inc.

Ferri, Michael G. and Wesley H. Jones (1979). “Determinants of Financial Structure: A New Methodological Approach,” Journal of Finance, Vol. XXXIV, June, Hal. 631-644.

Gahlon, J.M., and J.A. Gentry (1982). “On the Relationship Between Systematic Risk and The Degrees of Operating and Financial leverage,” Financial Management, Summer, hal. 15-23.

Gonedes, N.J. (1973). “Evidence on the Information Content of Accounting Numbers: Accounting-based and Market-Based Estimates of Systematic Risk,” Journal of Financial and Quantitative Analysis 8, June, hal. 407-443.

Gupta, Manak C. (1969). “The Effect of Size, Growth, and Industry on the Financial Srtucture of Manufacturing Companies,” Jounal of Finance, Vol. XXIV, June, hal. 517-529.


AKPM-12 40

Hamada, Robert S. (1969). “Portfolio Analysis, Market Equilibrium and Corporation Finance,” Journal of Finance, March, hal. 13-31

____(1972). “The Effect of the Firm’s Capital Structure on the Systematic Risk on Common Stocks, Journal of Finance, Vol. XXVII, May, hal. 435-462.

Huffman, Stephen P. (1987). “The Impact of the Degree of Operating and Financial Leverage on the Systematic Risk of Common Stocks,” Quarterly Journal of Business and Economics, Vol. 28, hal. 83-100.

Hartono, Jogiyanto (1998). Teori Portofolio dan Analisis Investasi, Cetakan Pertama, BPFE, Yogyakarta.

Insukindro (1993). Ekonomi Uang dan Bank: Teori dan Pengalaman di Indonesia, Edisi Kedua, BPFE, Yogyakarta.

____ (1993), Pendekatan Kointegrasi dalam Analisis Ekonomi: Studi Kasus Permintaan Deposito dalam Valuta Asing di Indonesia,” Jurnal Ekonomi Indonesia, 1 (2): 259-270

Kale, Jayant R., Thomas H. Noe, and Gabriel G. Ramirez (1991). “ The Effect of Business Risk on Corporate Capital Structure: Theory and Evidence,” Journal of Finance, Vol. XLVI, N0. 5, December, hal. 1693-1715.

Lev, Baruch (1974). “On the Association between Operating leverage and Risk,” Journal of Financial and Quantitative Analysis, Vol. 9, September, hal. 627-641.

Mandelker, Gershon N. and S. Ghon Rhee (1984), “The Impact of the Degree of Operating and Financial leverage on the Systematic Risk on Common Stock,” Journal of Financial and Quantitative Analysis, Vol. 19, march, hal. 45-57.

Martikainen, Teppo (1993). “Stock Return and Classification Pattern of Firm-Specific Financial Variables: Empirical Evidence with Finnish Data,” Journal of Business Finance and Accounting, Vol. 20, hal. 537-557.


AKPM-12 41

Melicher, Ronald W. (1974). “Financial Factors Which Influence Beta Variations Within A Homogeneous Industry Environment.” Journal of Financial and Quantitative Analysis, Vol. IX, March, hal. 231-241

____ and David F. Rush (1974). “Systematic Risk, Financial Data, and Bond Rating Relationships in A Regulated Industry Environment,” Journal of Finance, Vol. XXIX, May, hal 537-544

Miswanto (1997). “Pengaruh Leverage Operasi , Siklikalitas, dan Size Perusahaan terhadap Risiko Bisnis,” Tesis Tidak Dipublikasikan, Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.

Pettit, R.R., and R. Westerfield (1972). “A Model of Capital Asset Risk,” Journal of Financial and Quantitative Analysis, March, hal. 1649-1677.

Retnaningdiah, Dian (1998). “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Ekuitas,” Tesis Tidak Dipublikasikan, Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.

Robichek, Alexander A. and Richard A. Cohn (1974). “The Economic Determinants of Systematic Risk,” Journal of Finance, Vol. XXIX, May, hal. 439-447.

Rubinstein, M.E. (1973). “A Mean-Variance Synthesis of Corporate Financial Theory,” Journal of Finance, March, hal. 167-181.

Solomon, E. (1963). “Leverage and the Cost of Capital,” Journal of Finance, May.

Sufiyati (1997), “Pengaruh Leverage Operasi dan Financial dan Jenis Industri terhadap Risiko Sistematis,” Tesis Tidak Dipublikasikan, Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta.

Wijaya M., Faried (1999), Seri Pengantar Ekonomika: Ekonomikamikro, Edisi Kedua, Yogyakarta: BPFE UGM